SAAT ini dunia sedang mengalami permasalahan yang cukup intens yaitu adanya pandemi Covid-19. Banyak negara yang terdampak virus ini, termasuk Indonesia.
Virus Covid-19 dapat menyerang siapapun tanpa memandang usia. Penyebarannya pun cukup cepat, dapat menyebar melalui tetesan air liur (droplest) atau muntah (fomites),
maupun benda-benda yang sering tersentuh atau kontak langsung dengan orang yang telah terinfeksi virus Covid-19.
Pada tanggal 11 Maret 2020, organisasi kesehatan dunia atau WHO (World Health Organization) menyatakan wabah penyakit akibat virus corona Covid-19 sebagai pandemi global.
Dinyatakannya status ini diakibatkan kasus positif di luar China yang meningkat 13 kali lipat di 114 negara dengan total kematian pada saat itu mencapai 4,291 orang.
WHO menyatakan bahwa selama ini belum pernah ada pandemi yang dipicu oleh virus corona dan pada saat yang bersamaan, belum pernah ada pandemi yang dapat dikendalikan.
Atas dasar itu, maka WHO meminta negara-negara di dunia untuk mengambil tindakan yang mendesak dan agresif untuk mencegah dan mengatasi penyebaran virus corona ini.
Dalam perkembangannya, virus corona yang pertama kali terjadi di Wuhan, China pada Desember 2019, hingga April 2020 telah menyebar hingga ke 210 negara (Worldometers 2020).
Dengan karakterististik penyebarannya yang sangat cepat di antara manusia, ditambah dengan mobilitas manusia yang sangat tinggi dan lintas batas negara, menjadikan virus ini menjadi lebih berbahaya.
Berdasar data Worldometer sampai pada 23 April 2020, kasus positif akibat virus ini telah mencapai 2,7 juta di seluruh dunia dimana Amerika Serikat,
Spanyol dan Italia menempati tiga peringkat teratas sebagai negara dengan kasus tertinggi di dunia, meninggalkan China yang menjadi tempat awal penyebaran virus ini (Worldometers, ibid., 2020).
Sejak munculnya virus Covid-19 di Indonesia ini, kami melihat banyaknya masyarakat yang beramai-ramai melakukan aktivitas berjemur tanpa mengetahui cara berjemur yang baik dan benar.
Sehingga tanpa mereka sadari kesalahan tersebut dapat memberikan resiko yang berbahaya untuk kesehatan.
Resiko tersebut diantaranya kulit terbakar, flek hitam, kerutan, pusing, demam, serta penyakit kulit serius.
Dalam memerangi virus SARS-CoV penyebab pandemic Covid-19, dibutuhkan pertahanan tubuh yang mumpuni.
Meski sebagian pemerintah setempat menerapkan kebijakan karantina untuk mencegah masyarakat terpapar resiko virus Covid19,
namun tidak semua masyarakat dapat menjalankan karantina di rumah karena tuntutan pekerjaan.
Oleh sebab itu diperlukan usahan untuk peningkatan daya tahan tubuh. Selain para pekerja yang dituntut untuk tetap bekerja meski harus dikarantina di rumah,
para manula dan juga anakanak yang sistem imunitas tubuhnya masih rentan ataupun sudah menurun membutuhkan peningkatan daya tahan tubuh.
Peningkatan daya tahan tubuh ini dapat dilakukan melalui makan makanan bergizi, berolah raga, tidur yang cukup, tidak merokok, tidak stres, pola hidup sehat, dan lain-lain.
Namun, cara yang paling mudah untuk meningkatkan kekebalan tubuh dari virus penyebab penyakit adalah dengan berjemur di bawah sinar matahari.
Sinar matahari dapat membuat tubuh tetap bugar dan fit, karena sinar matahari memiliki partikel UVB yang bisa memberikan kebutuhan vitamin D pada tubuh.
Namun, perlu diperhatikan bahwa sinar matahari juga mengandung UVA yang justru berbahaya bagi kesehatan kulit karena dapat menyebabkan kanker kulit.
Oleh sebab itu, sebaiknya tidak terlalu lama berjemur di bawah paparan sinar matahari langsung (Admin, 2020).
Pendapat mengenai waktu berjemur yang baik jam berapa memang masih beragam pendapat di kalangan para ahli kesehatan.
Ada yang berpendapat bahwa waktu berjemur di bawah sinar matahari yang baik adalah saat pagi hari.
Namun, ada pendapat lain yang mengemukakan bahwa waktu berjemur yang baik adalah saat siang hari.
Sebenarnya, ada dua jenis cahaya matahari yang dibutuhkan dan tidak dibutuhkan oleh manusia, yakni sinar ultraviolet A dan ultraviolet B.
Sinar ultraviolet A tidak dibutuhkan oleh manusia, bahkan seharusnya dihindari karena terpapar sinar matahari ini secara berlebihan dapat meningkatkan risiko kulit keriput dan kanker kulit.
Ultraviolet A umumnya adalah cahaya matahari yang muncul pada pukul 05.30 pagi hingga 07.00 pagi, atau tepatnya saat matahari mulai beranjak naik dan gelombang cahaya matahari sedang panjang.
Sedangkan, sinar matahari ultraviolet B merupakan gelombang cahaya yang pendek. Jadi, inilah jenis cahaya matahari yang dibutuhkan oleh tubuh.
Ultraviolet B bisa didapatkan saat sinar matahari naik, yakni sekitar pukul 10.00 pagi hingga 15.00 siang.
Selain itu, sebuah penelitian lain mengungkapkan alasan bahwa waktu terbaik untuk mendapatkan sinar matahari adalah siang hari.
Sebab, pada waktu tersebut risiko kanker kulit jenis cutaneous malignant melanoma (CMM) tergolong paling rendah.
Paparan sinar matahari yang didapatkan antara pukul 10.00-15.00 dapat memicu produksi vitamin D,
yang dapat bertahan dua kali lebih lama dalam darah, jika dibandingkan dengan vitamin D yang dikonsumsi dalam bentuk suplemen atau makanan.
Meski demikian, pada rentang jam tersebut, risiko kulit terbakar matahari pun dapat meningkat karena paparan sinar matahari cukup menyengat.
Oleh karena itu, kita perlu membatasi waktu berjemur di bawah sinar matahari selama 10-20 menit saja.
Cahaya matahari yang terbaik adalah yang menyinari tubuh secara langsung, bukan hanya sekadar membuat tubuh mengeluarkan keringat. (*)
Ulul Azmi Annur Putra
Mahasiswa Ilmu Keolahragaan Universitas Ngeri Malang