RadarBali.com – Perluasan apron Bandara I Gusti Ngurah Rai bakal membawa korban. Manajemen berencana mereklamasi pantai.
Spontan, perluasan bandara dengan dalih pengurukan pantai ini pun mendapat reaksi dari desa penyangga kawasan bandara yakni Desa Adat Tuban.
Karena dinilai lebih baik menggunakan sistem tiang pancang.
Bendesa Adat Tuban Wayan Mendra menegaskan, sesuai dengan aspirasi masyarakat di Tuban sejatinya mereka setuju dengan adanya perluasan bandara.
Namun bukan dengan cara mereklamasi pantai. “Kami secara bulat menolak jika ada kajian menggunakan sistem reklamasi dalam perluasan bandara.
Lebih baik menggunakan tiang pancang sehingga tidak merusak ekosistem di laut dan agar tidak terjadi abarasi,” ujar Mendra.
Ia mengakui menjadi saksi dampak dari reklamasi untuk perluasan bandara di tahun 1960. Bahkan dampaknya sudah terlihat dengan terjadinya abrasi besar-besaran di kawasan Pantai Jerman, Banjar Segara, Kuta.
“Jadi, kami meminta kajian untuk perluasan bandara Internasional I Ngusti Ngurah Rai dengan menggunakan tiang pancang seperti jalan tol Bali Mandara,” tegas Bendesa yang juga Anggota DPRD Badung ini.
Selain itu tempat untuk masyarakat Tuban melasti tidak boleh dijadikan lahan perluasan bandara.
Karena di tempat tersebut merupakan satu paket kawasan Desa Adat yang dulunya sudah sempat ditukar guling lahannya dengan lahan bandara.
“Kami minta pihak bandara tidak melakukan reklamasi hingga ke tempat masyarakat kami Melasti. Karena daerah itu juga sebagai penambatan jukung dari kelompok nelayan Segara Mertha, Tuban, ” tandasnya.
Kendati pihak Bandara tetap mengotot melakukan reklamasi, pihaknya sebagai pemimpin krama adat tetap meminta agar perluasan bandara tidak menggunakan sistem reklamasi.
“Masak Bandara yang di Utara Bali bisa menggunakan konsep bandara terapung, tapi di Bandara Ngurah rai hanya perluasan Apron saja harus melakukan reklamasi, hal ini perlu dikaji lagi,” pungkasnya