SINGARAJA – DPRD Buleleng dibuat meradang. Penyebabnya biaya visum bagi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan, masih ditagih pada korban.
Padahal biaya itu mestinya digratiskan. Mengingat sudah menjadi amanat peraturan daerah. Hal itu menjadi sorotan Komisi IV DPRD Buleleng.
Anggota Komisi IV DPRD Buleleng Ni Kadek Turkini mengatakan, pembebasan biaya visum sudah diatur dalam peraturan daerah.
Yakni Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2019 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Dari Tindak Kekerasan.
Faktanya dua tahun setelah ditetapkan, biaya visum masih juga ditagih pada korban. “Padahal pada saat pembahasan perda dulu,
legislatif dan eksekutif sudah sepakat menggratiskan biaya ini. Nggak ngerti juga kenapa sampai sekarang belum terealisasi,” keluh Turkini.
Politisi PDI Perjuangan itu menyatakan pembebasan biaya visum sangat penting. Sebab biaya yang dibebankan terbilang tinggi.
Sementara korban kekerasan biasanya berasal dari keluarga tidak mampu. Alhasil proses penyelidikan dan penyidikan hukum kerap tersendat hanya karena visum yang belum dilakukan.
Ia pun mendesak agar pemerintah segera menerapkan perda tersebut. “Ini pembahasan sudah dilakukan sejak 2018. Waktu itu kan sudah sepakat.
Tolong ini dilakukan segera. Karena ini menyangkut persoalan kemanusiaan. Miris hati kami ini lihat anak dan perempuan
yang menjadi korban kekerasan tidak bisa mendapat keadilan hanya karena tidak mampu membayar visum,” tegasnya.
Sementara itu Kabag Hukum Setda Buleleng Made Bayu Waringin mengatakan, pihaknya sudah membahas masalah itu dengan pihak terkait.
Menurutnya, biaya visum sebenarnya sudah disiapkan dalam pos anggaran Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A).
Hanya saja dana itu belum bisa direalisasikan. “Itu sudah ada DAK (Dana Alokasi Khusus) di Dinas P2KBP3A.
Hanya untuk eksekusi dana itu, butuh peraturan bupati (perbup). Kami masih finalisasi perbup-nya. Kami upayakan tahun ini sudah tuntas,” kata Bayu.