DENPASAR, Radar Bali – Estafet kepemimpinan perguruan tinggi negeri tertua di Bali, Universitas Udayana akan ditentukan Selasa, 6 Juli 2021 mendatang. Ada tiga calon yang berpeluang menjadi nakhoda kampus yang secara sah berdiri 17 Agustus 1962 itu. Sesuai nomor urut calon dimaksud terdiri atas Prof. Dr. dr. I Ketut Suyasa, Sp.B., Sp.OT (K), Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., dan Dr. I Wayan Budiasa, S.P.,M.P.
Suksesi Rektor Unud ini bagi Prof. Suyasa merupakan proses normal. Baginya pergeseran estafet tongkat kepemimpinan berarti melanjutkan program bagus dan meningkatkan capaian-capaian yang ditarget. Jelasnya, yang terpenting adalah bagaimana semua pihak bersatu bergandengan tangan melangkah untuk memajukan Unud.
“Itu menurut saya yang paling penting. Konsep saya ngayah karena jabatan adalah amanah memberikan yang terbaik kepada institusi. Ini jelas pengabdian dan melayani. Pemimpin sejatinya adalah pelayan bagi pegawai, dosen, mahasiswa, alumni, dan masyarakat,” ucapnya sembari menyebut ada rambu-rambu yang harus dipegang dalam melakukan pelayanan, khususnya Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Prof. Suyasa menegaskan nakhoda Universitas Udayana ke depan wajib melakukan lompatan-lompatan dalam capaian kinerja. “Unud sebagai institusi pendidikan harus jadi menara air, bukan menara gading yang eksklusif. Menara air itu yang bisa memberikan penghidupan buat masyarakat kampus utamanya mahasiswa. Mahasiswa merupakan bagian yang paling penting. Karenanya kami harus memberikan pelayanan yang terbaik. Kenapa? Karena merekalah yang akan melanjutkan pembangunan dan cita-cita perjuangan bangsa ini. Tugas kami, para dosen adalah untuk mengantarkan mahasiswa dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak terampil menjadi terampil, yang tidak tahu menjadi tahu. Tujuannya untuk grown up knowledge, skills berbagai aspek kehidupan, termasuk kemampuan komunikasi mahasiswa,” tegasnya.
Unud pun diharapkan tetap menjadi institusi yang open dan mengantarkan para mahasiswa menjadi orang besar di kemudian hari. Memiliki knowledge dan skills sesuai visi misi Unud menjadi institusi unggul, mandiri, dan berbudaya. “Orang yang pintar, harus berbudaya. Budaya yang kita pahami itu yang mengandung nilai-nilai religius seperti konsep Tri Hita Karana, Tri Kaya Parisudha, Tat Twam Asi. Dengan ini akan muncul saling asah, saling asih, saling asuh. Apakah kita sudah melaksanakan ini dengan baik? Sudahkah kita belajar mendengar? Ini yang penting. Kalau kita mau maju kita harus mendengar,” rincinya.
Dalam posisi sebagai menara air, Prof. Suyasa menyebut akademisi kampus wajib mengambil posisi di tengah-tengah masyarakat. Unud ungkapnya telah melakukan hal itu. Salah satunya melalui program interprofessional education. Mahasiswa yang terdiri dari berbagai macam program studi terjun ke desa. Berbaur dengan masyarakat dengan pemahaman bahwa masyarakat kampus bukanlah masyarakat elit, melainkan bagian dari masyarakat umum. Dalam posisi itu mahasiswa belajar berkontribusi kepada masyarakat. Melatih kepekaan sosial dan menggali persoalan-persoalan riil di masyarakat.
“Saya pribadi tidak ingin Unud menjadi kampus pencetak intelektual pengangguran. Oleh karena itu, konsep kampus merdeka harus berjalan dengan baik. Bagaimana kita menyiapkan lulusan Unud agar terserap di pasar. Bagaimana pula juga lulusan bisa menciptakan lapangan pekerjaan. 8 program merdeka belajar sudah mengarah ke sana. Bagaimana bisa berwirausaha, mengabdi di desa, pertukaran antar institusi, tujuannya membuka wawasan mehasiswa sehingga siap dengan kemampuan dan keterampilan. Tidak hanya ke sana ke mari membawa map untuk melamar pekerjaan. Satu saat dia yang dilamar,” tutupnya.