RadarBali.com – Penyidik Reskrimum Polda Bali kembali menetapkan anggota DPRD Badung dari Fraksi Gerindra, I Made Wijaya alias Yonda
sebagai tersangka utama dalam kasus pungutan liar (Pungli) di perusahaan Water Sport, Tanjung Benoa, Kuta Selatan, Badung.
Bandesa Pekraman Tanjung Benoa ini ditetapkan tersangka bersama empat anak buahnya itu berdasarkan keterangan saksi sebanyak 79 orang.
Yonda disebut sebagai intelektual leader dalam melakukan pungutan liar dalam kurun waktu 2 tahun dengan total uang mencapai Rp 5 miliar lebih
Sementara itu, Bendesa Adat Tanjung Benoa, I Made Wijaya alias Yonda melalui kuasa hukumnya Ketut Rinata dan Iswayudi, membantah melakukan pungutan liar (pungli) di sejumlah tempat usaha water sport di wilayah Tanjung Benoa, Kuta Selatan.
Iswahyudi menegaskan, pungutan yang dilakukan tersebut adalah sah secara hukum, sehingga tidak dikategorikan pungli.
Tuduhan pungli adalah tidak benar. Pungutan di sejumlah tempat usaha pariwisata di Tanjung Benoa adalah program gali potensi bahari.
Awal mulanya dilakukan sosialisasi tentang rencana gali potensi tersebut kemudian diadakan beberapa kali pertemuan antara Prajuru Adat.
“Bendesa Adat dan para pengusaha water sport dalam pertemuan itu disepakati pengusaha menyisikan pendapatan 10 ribu per aktifitas.
Jadi, ini bukan pungli karena berdasarkan kesepakatan bersama yang tertuang secara tertulis. Ada dua puluh empat usaha water sport ikut pertemuan dan semuanya setuju,” terangnya.
Menurut Iswahyudi, dasar kuat kliennya selaku Bendesa Adat Tanjung Benoa melakukan gali potensi itu karena ada peraturan Kementerian Desa Tertinggal nomor 1 tahun 2015.
Dalam bab V tentang pungutan desa, pasal 23 ayat 1 desa berhak melakukan pemungutan. Selain itu, dasarnya adalah Perda provinsi Bali nomor 3 tahun 2001 tentang Desa Pakraman.
Di bab IV tentang pendapatan pasal 10 ayat 1 huruf F sumbangan pihak ketiga yang tidak mengikat. “Di sini sangat jelas payung hukumnya,” katanya.
Iswahyudi juga memaparkan tentang pemanfaatan uang dari hasil pungutan itu. Uang yang dipungut kemudian diserahkan kepada Desa Adat untuk sosial kemasyarakatan, tidak ada masuk ke kantong pribadi.