RadarBali.com – Jumlah nelayan di Kabupaten Klungkung, khususnya di Pantai Segara, Desa Kusamba, Klungkung terus menyusut.
Tak hanya menyusut, profesi ini juga tanpa regenerasi. Usia para nelayan di pantai tersebut rata-rata 40 tahun ke atas.
Hasil tangkapan yang tidak melimpah seperti dulu jadi penyebab profesi nelayan tidak banyak dilirik warga setempat.
Nengah Suriata, 52 salah seorang nelayan Desa Kusamba yang kerap melaut di Pantai Segara kemarin mengungkapkan, sejak tahun 2000, jumlah nelayan di Pantai Segara terus menyusut.
Awalnya sekitar 100 nelayan, kini hanya tersisa 25 orang nelayan. Hasil tangkapan yang terus menyusut menjadi penyebab akhirnya banyak nelayan yang beralih profesi menjadi petani, buruh angkut, dan profesi yang lain.
Jika dulu biasanya dia mendapat ikan sekitar 200 ekor per sekali melaut, saat ini paling banyak hanya sekitar 100 ekor saja.
“Sekarang kan tidak boleh memburu hiu. Sementara di habitanya, hiu kian banyak sekarang dan memakan ikan. Saat kami berhasil menangkap ikan, jaring kami dirobek dan dimakan ikannya,” ungkapnya.
Kini dia bahkan tidak lagi mengandalkan hasil menjadi nelayan. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dia juga menjadi petani.
“Kalau lagi musim banyak ikan, baru saya melaut. Kalau lagi tidak musim ikan, saya jadi petani. Kalau memaksa melaut, malahan rugi beli bensin,” ujar ayah tiga anak ini.
Dengan kondisi seperti itu yang berdampak pada penghasilan yang tidak menentu. Bahkan, tak jarang merugi.
Suriata menambahkan, saat ini tidak ada satu anak muda di desanya yang bersedia menjadi nelayan. Rata-rata umur nelayan di Pantai Segara berkisar 40 tahun ke atas.
“Bisa-bisa 10 tahun lagi sudah tidak ada nelayan. Banyakan anak sekarang setelah lulus sekolah lebih memilih mencari kerja ke Denpasar,” ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan, Nengah Mandri yang sejak tahun 2002 berhenti menjadi nelayan dan beralih menjadi tukang servis jaring dan buruh angkut barang ke dalam sampan.
Hasil tangkap yang terus menyusut dan bahkan kerap tidak bisa menutupi biaya operasional, membuat Mandri akhirnya beralih profesi.
Dengan pilihan menjadi tukang servis jaring tangkap, dia bisa mendapat upah sekitar Rp 500 ribu per satu jaring yang biasanya dikerjakan sekitar satu minggu.
Sementara dari menjadi buruh angkut, dia mendapat upah sekitar Rp 200 ribu per hari. “Jadi kalau ada yang butuh tenaga angkut, saya berhenti dulu servis jaring. Setelah selesai, saya lanjut servis jaring,” tandasnya