RadarBali.com – Penyakit demam berdarah mulai mengintai warga. Peralihan dari musim kering ke musim penghujan, dikhawatirkan memicu munculnya jentik-jentik nyamuk.
Dampaknya, potensi penyebaran penyakit demam berdarah kian tinggi. Data di RSUD Buleleng menunjukkan, kasus demam berdarah biasanya mulai meningkat pada bulan November dan mencapai masa puncaknya pada bulan Maret dan April.
Kasus demam berdarah cukup menonjol pada tahun 2016 lalu, dengan angka perawatan mencapai 2.057 kasus.
Sementara pada tahun 2017, kasus demam berdarah terbilang terkendali. Di RSUD Buleleng sendiri tercatat pada bulan September angka demam berdarah mencapai 15 kasus.
Selanjutnya tercatat ada 5 kasus pada bulan Oktober dan 8 kasus pada bulan November (data hingga 22 November, Red). Sepanjang tahun baru ada 463 kasus.
Wakil Bupati Buleleng dr. Nyoman Sutjidra mengakui ada beberapa kasus demam berdarah yang mulai muncul. Hanya saja kasus tersebut tak menonjol seperti tahun-tahun sebelumnya.
Menurut Sutjidra, kasus demam berdarah memang muncul seiring dengan peralihan musim kemarau ke musim penghujan.
Sutjidra menegaskan pemerintah telah melakukan berbagai upaya mencegah kasus demam berdarah.
“Kami sudah melakukan upaya sejak dua minggu lalu. Sebelum musim hujan kami sudah melakukan pembersihan sarang nyamuk secara simultan bersama masyarakat,” kata Sutjidra, kemarin.
Ia telah menginstruksikan seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) melakukan pembersihan pada beberapa fasilitas umum.
Terutama selokan dan bantaran sungai untuk mengantisipasi jentik nyamuk, termasuk antisipasi bencana.
Khusus untuk fogging atau pengasapan, dilakukan secara selektif. “Kalau ada kasus positif, baru kami fogging.
Itu namanya fogging fokus. Kalau antisipasi, pembersihan sarang nyamuk itu yang efektif,” tegasnya.