RadarBali.com – Erupsi Gunung Agung diperkirakan berlangsung lebih lama dari Gunung Merapi. Ini didasarkan pada sejarah letusan 1963, erupsi terjadi hampir setahun.
Sebagai perbandingan lamanya erupsi yaitu Gunung Sinabung, sudah tiga tahun belum berhenti erupsi.
Pemerintah dan pemangku kebijakan tidak hanya memikirkan kebutuhan sosial warga, tapi juga harus memikirkan kondisi psikis.
“Masyarakat dan pemerintah harus mulai memikirkan langkah ke depan jika letusan berlangsung lama. Salah satu yang perlu dipikirkan mungkin adalah relokasi,” paparnya.
Pria asal Jogjakarta itu menilai Gunung Agung memiliki karakteristik unik dibandingkan gunungapi lainnya di Indonesia.
Lesto bertanya-tanya, kompensasi dari kegempaan ribuan kali hanya erupsi seperti saat ini. Bahkan, Lesto mengaku belum pernah melihat asap kawah seperti di Gunung Agung.
Kemarin puncak Gunung Agung mengeluarkan asap dua warna, yakni putih dan kelabu. Lesto menduga ada dua hal yang menyebabkan warna asap berbeda.
Perkiraan pertama, asap yang keluar dari kawah gunung memiliki karakter bebatuan berbeda namun dari satu sumber yang sama.
Atau dua asap berbeda itu memiliki sumber berbeda. Namun, yang dikhawatirkan Lesto yakni dua sumber asap tersebut menyatu. Jika itu terjadi, maka akan terjadi letusan berbeda.
“Artinya ada proses letusan yang tidak biasa. Saya baru baru kali ini melihat dua asap berbeda, baru di Gunung Agung,” jelasnya.
Gunung Agung juga kerap membuat “kejutan” mendadak. Minggu malam lalu tiba-tiba muncul cahaya. Lesto memprediksi magma Gunung Agung belum keluar semuanya.
Magma masih mengumpul di atas menunggu “antrean” dorongan dari bawah lebih kuat. “Gunung Agung ini tidak bisa dihitung seperti matematika. Banyak faktor yang harus diperhatikan,” bebernya.
Pun saat ditanya arah letusan Gunung Agung, Lesto mengaku belum bisa memrediksi. “Kalau di Gunung Merapi sudah bisa dilihat arahnya.
Kalau Gunung Agung belum bisa diprediksi letusannya ke atas atau ke samping atau seperti apa. Ini masih misteri,” tukasnya.
Saat terjadi erupsi utama yang perlu diperhatikan adalah lontaran bebatuan vulkanik. Saat ini, bebatuan bekas letusan 1963 masih banyak dijumpai di kanan dan kiri Jalan Raya Tulamben hingga Kubu.
Batu hitam menyerupai batu apung dan batu karang berdiameter 1 – 3 meter berserakan di pinggir jalan