Dalam situasi sulit, mereka yang sebelumnya sudah terbiasa menjalani hidup dalam pengungsian tampak lebih tanggap daripada sebelumnya. Termasuk dalam menyiapkan pos pengungsian.
WAYAN PUTRA, Amlapura
MEREKA yang mengungsi di areal UPT Pertanian Rendang, ini, punya terobosan terkait pos pengungsi. Mereka membuat posko pengungsi khusus yang dibuat kaplingan.
Modelnya, satu KK (kepala keluarga) menempati satu kapling. Pos pengungsi tersebut tak hanya menyediakan ruangan macam dapur.
Tapi juga ada tempat yang sangat privasi, yakni bilik cinta. Sebab satu kapling tersebut diisi satu keluarga. Di sini juga ada beberapa kamar seperti di rumahnya sendiri.
Bilik ini dibuat sendiri oleh warga secara bergotong royong. Dengan bahan seperti terpal sebagai atap dan juga bambu untuk bahan pendirian bilik, dibawa sendiri oleh warga secara swadaya.
Pihaknya memang sengaja membuat tempat pengungsian secara mandiri dan juga dalam bentuk bilik seperti itu.
Menurut Mangku Nengah Karsa, 50, untuk membangun bilik tersebut butuh waktu dua hari. Ini memang dipersiapkan sejak awal, ketika Gunung Agung mulai aktif.
Seperti turun hujan abu dan terjadi letusan freatik beberapa kali, dengan kepulan asap kelabu ke atas. “Kalau terpal dibantu di sini. Untuk bambu dan lainya kami membawa sendiri,” ujarnya.
Warga juga mengusahakan 15 batang bambu per KK. Mereka juga masak di tempat masing masing. Tidak lagi membentuk dapur umum.
Per KK nanti akan mendapatkan sumbangan 2,5 kilogram beras per KK untuk empat hari. Selain itu mereka juga akan mendapat telur empat butir untuk satu KK per empat hari.
“Ya, cukup cukupinlah. Mestinya kurang, karena ada yang satu KK enam orang,” ujar Nengah Budiarta, warga lainnya.
Bedeng atau posko mereka buat dengan berjejer rapi. Bilik-bilik itu berderet ke arah selatan. Warga Besakih Kawan ini mengaku sebelumnya mengungsi ke Bangli.
Saat itu mereka membuat dapur umum. Kali ini memilih mengungsi dekat UPT Pertanian dengan membuat pos mirip bilik.
Sejauh ini yang masih jadi keluhan warga adalah tempat mandi, cuci, kakus (MCK) yang memang masih kurang.
Selain itu listrik juga masih belum mencukupi karena tegangan lemah. Air bersih juga kurang. Sehingga pengungsi ada yang harus mencari air bersih keluar.
Hal yang sama juga dikemukakan Kepala wilayah Dusun Besakih Kawan, I Made Yadnya. Warga sendiri mengaku mengungsi ke lokasi ini juga karena arahan Kawil Besakih Kawan.
Saat itu Yadnya berharap agar warga banjarnya mengungsi bersama sama. “Biar kami bisa koordinasi di satu tempat,” ujarnya.
Data yang didapat Jawa Pos Radar Bali, di Besakih Kawan setidaknya ada 96 KK. Sementara itu bantuan ke pos pengungsi di UPT Pertanian, Rendang, ini mulai datang.
Selain dari pemerintah juga datang dari pihak swasta di antaranya dari suka duka sanggraha Hindu Darma Pertamina (Morlima).
Mereka ini adalah perkumpulan suka duka pegawai Pertamina yang beragama Hindu di Bali dan Surabaya.
Mereka datang ke posko pengungsi untuk memberikan donasi berupa 10 ribu masker, sarden, susu dan juga biskuit.
“Ini perkumpulan kami pengawai Pertamina, sebagai wujud simpati kami turut merasakan kesedihan kawan kawan di pengungsian,” ujar Putu Ngurah Sudiksa, yang juga bendahara suka duka.
Sebelumnya suka duka ini juga memberi bantuan. Bantuan berupa instalasi kompor gas di Lapangan Swecapura, Klungkung, yang digunakan untuk pengungsi.
Kompor tersebut sejatinya milik TNI AD, dengan menggunakan bahan bakar minyak tanah. Agar lebih mudah, akhirnya diseting menggunakan bahan bakar elpiji
dan pihaknya yang mengerjakan intalasinya. Biayanya sekitar Rp 25 jutaan. Alat itu akhirnya bisa dimanfaatkan untuk banyak orang