DENPASAR – Ketua Pelaksana UPP Saber Pungli Provinsi Bali Kombes Suradiyana mengklaim belum menangani kasus pungli yang berhubungan dengan desa adat karena belum ada aturan.
“Untuk mensinkronkan antara hukum positif dengan hukum adat, kuncinya di eksekutif dan legislatif,” katanya.
Namun, Kombes Suradiyana tak menampik bila memang ada laporan dari masyarakat terkait pungli di desa adat.
Di antaranya, masalah uang kipem dan pungutan dari desa adat untuk warga yang sedang membangun. Pihaknya telah menangani 43 kasus pungli sejak 2016.
Sebagian besar berhubungan dengan desa dinas. Salah satunya kasus pungli kepala desa di Tulikup. Selain itu juga ada ormas yang melakukan pemerasan di toko-toko serta pungli di instansi pemerintah.
Menurut Suradiyana, tidak semua pelaku pungli berakhir di pengadilan. Hal ini tergantung dari besaran pungli yang dilakukan.
Kalau lebih kecil dari ketentuan perundang-undangan yang ada, pelaku akan dikembalikan kepada pimpinannya atau kepala dinas terkait.
“Pungli kecil-kecilan tetap ditindak untuk mencegah agar tidak menjadi besar,” tandasnya. Usul jalan tengah disampaikan Karo Hukum dan HAM Setda Provinsi Bali, I Wayan Sugiada.
Dia mengusulkan agar perarem di desa adat bisa diakui sekaligus diketahui oleh bupati/walikota. Dengan demikian, pungutan yang dilakukan oleh desa adat bisa memiliki dasar hukum yang sah.
Usul ini mengacu pada hasil seminar yang melibatkan sejumlah ahli hukum di Universitas Udayana.