DENPASAR – Dugaan pembobolan uang sebesar Rp 200 miliar di BPD Bali yang kini sedang diusut Kejati Bali mendapat dukungan dari kalangan DPRD Bali.
Hanya saja, anggota Komisi II DPRD Bali, AA Adhi Ardahana menilai terlalu jauh jika bicara pembobolan.
Menurutnya, take over credit di level corporate adalah hal yang biasa untuk memacu laba. Selama hal itu dilakukan dalam koridor undang-undang perbankan dan di bawah pengawasan OJK.
Selama ini OJK dan BI (Bank Indonesia) memberikan penghargaan atas prestasi BPD Bali sebagai bank terbaik pada level buku dua untuk besaran aset bank di atas Rp 15 triliun.
Pria yang akrab disapa Gung Adhi itu menambahkan, konstruksi masalah ini sudah mendapat persetujuan pengadilan dengan nilai appraisal di atas Rp 300 miliar atas aset/properti yang dijaminkan.
Aset juga sudah dinilai kurator lelang dengan batas bawah Rp 280 miliar. “Lalu salahnya di mana? Kecuali ada keuntungan atau aliran yang menguntungkan di luar hak
dan merugikan perusahaan, maka pejabat dapat disangkakan. Tapi, ini prosedur sudah dilaksanakan dengan benar dan diakui OJK. Ya, tidak ada pidana yang bisa disangkakan,” ucapnya.
Menurut dia, OJK sebagai penyangga bank, laporan dari OJK yang selanjutnya membuat pihak kejaksaan melangkah ke pidana.
Kecuali tertangkap tangan ataupun menemukan aliran dana ilegal. Samahalnya dengan temuan Inspektorat, BPK atau BPKP, dari laporan tersebut baru muncul telaah kemungkinan yang dapat bertanggung jawab secara pidana.
“Intinya BPD Bali sesuai yang kami ketahui di komisi II sebagai mitra pengawasan adalah perusahaan yang bagus dan sehat,” terang politisi PDIP itu.
Adhi menyebut BPD Bali sehat karena komposisi kredit 40 persen produktif dan 60 persen konsumtif serta NPL di bawah 2 persen, jauh di bawah batas BI 5 persen serta jaminan likuiditas LDR (loan deposit ratio) 86 persen.
“Jangan sampai masalah ataupun intrik-intrik internal dan eksternal sampai mengganggu kinerja baik dari BPD Bali,” cetusnya.