25.1 C
Jakarta
21 September 2024, 8:00 AM WIB

Berseteru dengan Krama, Ketua MDA Karangasem Dinonaktifkan

AMLAPURA- Buntut permasalahan adat yang bergulir di Desa Adat Liligundi, Kecamatan Bebandem membuat Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali mengambil sikap tegas. Polemik yang melibatkan antara krama desa adat Liligundi dengan bendesa adat Liligundi I Ketut Alit Suardana yang juga menjabat sebagai Ketua MDA Kabupaten Karangasem dinonaktifkan sementara untuk menyelesaikan kasus tersebut. 

 

Untuk mengisi kekosongan kursi jabatan, MDA Provinsi Bali menunjuk Petajuh 1 MDA Kabupaten Karangasem I Putu Arianta sebagai pelaksana tugas (Plt). Hal tersebut resmi berlaku sejak surat keputusan MDA Provinsi Bali tertanggal 8 Februari 2022 lalu hingga batas waktu yang tidak ditentukan.

 

Dikonfirmasi wartawan, Plt Bendesa Madya MDA Kabupaten Karangasem I Putu Arianta membenarkan hal tersebut. Kata dia, pemberhentian sementara I Ketut Alit Suardana sebagai Bendesa Madya MDA Karangasem oleh MDA Provinsi Bali agar yang bersangkutan bisa menyelesaikan permasalahan adat yang tengah berproses di Desa Adat Liligundi.

 

“Agar lebih fokus menyelesaikan masalah. Jadi dibebas tugaskan sementara waktu. Sampai masalahnya selesai. Lebih cepat lebih bagus,” ujarnya.

 

Saat ini kata Jro Arianta, permasalahan yang terjadi di Desa Adat Liligundi sedang berproses. Disinggung soal kewenangan tugas Plt, dirinya hanya sebatas mengisi kekosongan agar operasional di MDA Karangasem tetap berjalan. “Kalau yang bersifat strategis, kami koordinasi dengan majelis agung. Untuk tugas operasional yang dilaksanakan oleh Plt hanya surat menyurat,” tandasnya. 

 

Seperti yang diketahui, polemik adat yang terjadi di Desa Adat Liligundi terjadi sejak 2019 lalu. Permasalahan antara krama adat dan Bendesa Adat Liligundi I Ketut Alit Suardana sudah beberapa kali dilakukan mediasi namun tak pernah menemui kata sepakat.

 

Krama menuding, prajuru desa membuat pararem yang tidak sesuai dengan awig-awig. Seperti syarat pencalonan bendesa adat, hingga beberapa pararem yang dianggap cacat prosedur tanpa mempertimbangkan musyawarah dari krama desa

AMLAPURA- Buntut permasalahan adat yang bergulir di Desa Adat Liligundi, Kecamatan Bebandem membuat Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali mengambil sikap tegas. Polemik yang melibatkan antara krama desa adat Liligundi dengan bendesa adat Liligundi I Ketut Alit Suardana yang juga menjabat sebagai Ketua MDA Kabupaten Karangasem dinonaktifkan sementara untuk menyelesaikan kasus tersebut. 

 

Untuk mengisi kekosongan kursi jabatan, MDA Provinsi Bali menunjuk Petajuh 1 MDA Kabupaten Karangasem I Putu Arianta sebagai pelaksana tugas (Plt). Hal tersebut resmi berlaku sejak surat keputusan MDA Provinsi Bali tertanggal 8 Februari 2022 lalu hingga batas waktu yang tidak ditentukan.

 

Dikonfirmasi wartawan, Plt Bendesa Madya MDA Kabupaten Karangasem I Putu Arianta membenarkan hal tersebut. Kata dia, pemberhentian sementara I Ketut Alit Suardana sebagai Bendesa Madya MDA Karangasem oleh MDA Provinsi Bali agar yang bersangkutan bisa menyelesaikan permasalahan adat yang tengah berproses di Desa Adat Liligundi.

 

“Agar lebih fokus menyelesaikan masalah. Jadi dibebas tugaskan sementara waktu. Sampai masalahnya selesai. Lebih cepat lebih bagus,” ujarnya.

 

Saat ini kata Jro Arianta, permasalahan yang terjadi di Desa Adat Liligundi sedang berproses. Disinggung soal kewenangan tugas Plt, dirinya hanya sebatas mengisi kekosongan agar operasional di MDA Karangasem tetap berjalan. “Kalau yang bersifat strategis, kami koordinasi dengan majelis agung. Untuk tugas operasional yang dilaksanakan oleh Plt hanya surat menyurat,” tandasnya. 

 

Seperti yang diketahui, polemik adat yang terjadi di Desa Adat Liligundi terjadi sejak 2019 lalu. Permasalahan antara krama adat dan Bendesa Adat Liligundi I Ketut Alit Suardana sudah beberapa kali dilakukan mediasi namun tak pernah menemui kata sepakat.

 

Krama menuding, prajuru desa membuat pararem yang tidak sesuai dengan awig-awig. Seperti syarat pencalonan bendesa adat, hingga beberapa pararem yang dianggap cacat prosedur tanpa mempertimbangkan musyawarah dari krama desa

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/