31.3 C
Jakarta
23 Oktober 2024, 19:30 PM WIB

Duh, Banyak Warga di Buleleng yang Bon Pajak

 

SINGARAJA– Realisasi pendapatan daerah dari sektor pajak belum optimal. Ditengarai banyak wajib pajak yang memilih ngebon atau menunggak pajak pada pemerintah.

 

Dampaknya realisasi pendapatan sektor pajak tak dapat menyentuh angka 100 persen.

Hal itu terungkap dalam Rapat Optimalisasi Pajak 2022 di Gedung Unit IV Kantor Bupati Buleleng, senin (14/2). Rapat dipimpin Sekkab Buleleng Gede Suyasa.

 

Mengacu data dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Buleleng, pada tahun 2021 pendapatan dari sektor pajak hanya menyentuh angka Rp 135 miliar. Sekitar 91,35 persen dari target pendapatan sebesar Rp 148 miliar.

 

Realisasi itu menunjukkan bahwa BPKPD gagal mencapai target. Penyebabnya, piutang pajak terus meningkat dari tahun ke tahun. Hingga akhir 2021, piutang pajak yang belum tertagih mencapai Rp 102,47 miliar.

 

Sebagian besar piutang pajak itu berasal dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) senilai Rp 94,76 miliar. Ada pula tunggakan dari pajak hotel senilai Rp 3,83 miliar, pajak restoran Rp 2,63 miliar, serta pajak air tanah Rp 685,5 juta.

 

Sekkab Suyasa mengakui bila piutang pajak cukup besar. Menurutnya kemampuan membayar pajak mengalami penurunan. Sebab terjadi perlambatan ekonomi akibat pandemi covid-19.

 

Selain itu pemerintah belum memiliki SDM yang cukup untuk melakukan upaya paksa. Seperti melibatkan juru sita. Ditambah lagi data objek piutang pajak dari sektor PBB masih belum valid. Mengingat data itu merupakan “warisan” dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama.

 

“Banyak data yang belum bisa di-update. Misalnya ada warga yang sudah meninggal, tapi masih tercantum sebagai wajib pajak. Ada juga perusahaan yang sudah bangkrut, masih terdata aktif. Akhirnya ini menjadi bola salju, semakin besar dari tahun ke tahun,” kata Suyasa.

 

Solusinya, Suyasa meminta agar BPKPD makin agresif melakukan penagihan. Upaya penagihan pada wajib pajak yang masih menunggak pajak, harus digencarkan. Terutama wajib pajak yang memiliki tunggakan di atas Rp 100 juta. Pemerintah juga harus berani melakukan upaya paksa.

 

“Kalau ada yang bandel, harus ada upaya-upaya tertentu. Supaya mereka juga bisa jera dan mau bayar pajak. Kalau memang ada kesepakatan mau dibayar dengan skema mencicil, silahkan diberi kebijakan. Yang penting kewajiban pajaknya lunas,” tukas Suyasa.

 

SINGARAJA– Realisasi pendapatan daerah dari sektor pajak belum optimal. Ditengarai banyak wajib pajak yang memilih ngebon atau menunggak pajak pada pemerintah.

 

Dampaknya realisasi pendapatan sektor pajak tak dapat menyentuh angka 100 persen.

Hal itu terungkap dalam Rapat Optimalisasi Pajak 2022 di Gedung Unit IV Kantor Bupati Buleleng, senin (14/2). Rapat dipimpin Sekkab Buleleng Gede Suyasa.

 

Mengacu data dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Buleleng, pada tahun 2021 pendapatan dari sektor pajak hanya menyentuh angka Rp 135 miliar. Sekitar 91,35 persen dari target pendapatan sebesar Rp 148 miliar.

 

Realisasi itu menunjukkan bahwa BPKPD gagal mencapai target. Penyebabnya, piutang pajak terus meningkat dari tahun ke tahun. Hingga akhir 2021, piutang pajak yang belum tertagih mencapai Rp 102,47 miliar.

 

Sebagian besar piutang pajak itu berasal dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) senilai Rp 94,76 miliar. Ada pula tunggakan dari pajak hotel senilai Rp 3,83 miliar, pajak restoran Rp 2,63 miliar, serta pajak air tanah Rp 685,5 juta.

 

Sekkab Suyasa mengakui bila piutang pajak cukup besar. Menurutnya kemampuan membayar pajak mengalami penurunan. Sebab terjadi perlambatan ekonomi akibat pandemi covid-19.

 

Selain itu pemerintah belum memiliki SDM yang cukup untuk melakukan upaya paksa. Seperti melibatkan juru sita. Ditambah lagi data objek piutang pajak dari sektor PBB masih belum valid. Mengingat data itu merupakan “warisan” dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama.

 

“Banyak data yang belum bisa di-update. Misalnya ada warga yang sudah meninggal, tapi masih tercantum sebagai wajib pajak. Ada juga perusahaan yang sudah bangkrut, masih terdata aktif. Akhirnya ini menjadi bola salju, semakin besar dari tahun ke tahun,” kata Suyasa.

 

Solusinya, Suyasa meminta agar BPKPD makin agresif melakukan penagihan. Upaya penagihan pada wajib pajak yang masih menunggak pajak, harus digencarkan. Terutama wajib pajak yang memiliki tunggakan di atas Rp 100 juta. Pemerintah juga harus berani melakukan upaya paksa.

 

“Kalau ada yang bandel, harus ada upaya-upaya tertentu. Supaya mereka juga bisa jera dan mau bayar pajak. Kalau memang ada kesepakatan mau dibayar dengan skema mencicil, silahkan diberi kebijakan. Yang penting kewajiban pajaknya lunas,” tukas Suyasa.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/