25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 6:41 AM WIB

OJK Sebut Kasus BPD Bali Bukan Pembobolan, tapi Kredit Macet

DENPASAR – Dugaan pembobolan Rp 200 miliar dana milik BPD Bali mendapat atensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 8 Bali Nusa Tenggara.

Menurut Ketua OJK Regional 8 Bali Nusa Tenggara Hizbullah kemarin (6/12), kasus yang terjadi di BPD Bali ini bukan sebuah pembobolan.

Hizbullah mengklaim apa yang terjadi di BPD Bali adalah kredit macet. Kredit macet ini diakui pihak bank sebagai sebuah kerugian.

“Ini sekarang tahap lelang (hotel Sovereign Tuban, red) yang ditangani oleh kurator. Nilainya Rp 200 miliar, ketika sudah selesai dilelang nanti akan diserahkan kepada BPD Bali,” ujar Hizbullah kemarin.

Untuk diketahui, ada dua debitur dalam perkara ini. PT Karya Utama Putera Pratama mendapat kredit senilai Rp 150 miliar.

Sementara PT Hakadikon Beton Pratama senilai Rp 42 miliar. Dalam perjalanannya dua debitur sempat melakukan pembayaran. Bahkan, sempat melakukan proses lelang.

Sisa utang Rp 29 miliar juga sudah dihapus buku. Dan, dari dua debitur tersebut, kredit macet yang diklaim sebagai sebuah kerugian di BPD sebanyak Rp 179 miliar.

Awalnya tidak ada masalah. “Tapi, kemudian ada perselisihan manajemen di PT Hakadikon Beton Pratama yang berujung kredit macet,” katanya.

Dari kredit macet ini sebenarnya sudah dibentuk cadangan kredit. “Kalau ada kelemahan mungkin ya. Di manapun BPD mengalami ini. Karena BPD itu spesialis di kredit konsumsi, bukan corporate,” tutur Hizbullah.

Pada saat diberikan kredit oleh BPD Bali, dua perusahaan ini tidak ada permasalahan. Hanya saja saat memberikan kredit itu, bank seharusnya perlu melihat secara lebih komprehensif seluruh profil utang-utang calon kreditor.

Karena kasus ini sudah menggelinding ke ranah hukum, Hizbullah berharap penegakan hukum berjalan lancar. 

DENPASAR – Dugaan pembobolan Rp 200 miliar dana milik BPD Bali mendapat atensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 8 Bali Nusa Tenggara.

Menurut Ketua OJK Regional 8 Bali Nusa Tenggara Hizbullah kemarin (6/12), kasus yang terjadi di BPD Bali ini bukan sebuah pembobolan.

Hizbullah mengklaim apa yang terjadi di BPD Bali adalah kredit macet. Kredit macet ini diakui pihak bank sebagai sebuah kerugian.

“Ini sekarang tahap lelang (hotel Sovereign Tuban, red) yang ditangani oleh kurator. Nilainya Rp 200 miliar, ketika sudah selesai dilelang nanti akan diserahkan kepada BPD Bali,” ujar Hizbullah kemarin.

Untuk diketahui, ada dua debitur dalam perkara ini. PT Karya Utama Putera Pratama mendapat kredit senilai Rp 150 miliar.

Sementara PT Hakadikon Beton Pratama senilai Rp 42 miliar. Dalam perjalanannya dua debitur sempat melakukan pembayaran. Bahkan, sempat melakukan proses lelang.

Sisa utang Rp 29 miliar juga sudah dihapus buku. Dan, dari dua debitur tersebut, kredit macet yang diklaim sebagai sebuah kerugian di BPD sebanyak Rp 179 miliar.

Awalnya tidak ada masalah. “Tapi, kemudian ada perselisihan manajemen di PT Hakadikon Beton Pratama yang berujung kredit macet,” katanya.

Dari kredit macet ini sebenarnya sudah dibentuk cadangan kredit. “Kalau ada kelemahan mungkin ya. Di manapun BPD mengalami ini. Karena BPD itu spesialis di kredit konsumsi, bukan corporate,” tutur Hizbullah.

Pada saat diberikan kredit oleh BPD Bali, dua perusahaan ini tidak ada permasalahan. Hanya saja saat memberikan kredit itu, bank seharusnya perlu melihat secara lebih komprehensif seluruh profil utang-utang calon kreditor.

Karena kasus ini sudah menggelinding ke ranah hukum, Hizbullah berharap penegakan hukum berjalan lancar. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/