SINGARAJA – Para pengelola penginapan dan hotel, didorong menggunakan Aplikasi Pelaporan Orang Asing (APOA).
Aplikasi ini akan memudahkan system pelaporan keberadaan orang asing yang menginap di akomodasi pariwisata.
Sekaligus memudahkan pihak Imigrasi melakukan pengawasan bagi wisatawan mancanegara yang menginap di Bali.
Demikian disampaikan Kepala Kantor Imigrasi Singaraja, Ngurah Mas Wijaya Kusuma, saat memberikan keterangan pers, Selasa (19/12).
Dalam acara tersebut, Ngurah Mas didampingi Kasi Informasi dan Sarana Komunikasi Keimigrasian (Insarkom), Hartono;
Kasi Lalu Lintas dan Status Keimigrasian (Lalintuskim) Ida BagusAndika; serta Kasi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian (Wasdakim) Thomas Aries Munandar.
Ngurah Mas mengatakan, saat ini Imigrasi sebenarnya telah menerapkan aplikasi pelaporan orang asing di setiap perusahaan penginapan, hotel, maupun vila.
Mereka tak perlu lagi menyiapkan berkas terpisah, melainkan cukup mengunggah data secara online.
Melalui aplikasi itu, pengelola akomodasi pariwisata lebih mudah memberikan data pada pihak imigrasi. “Ini jauh lebih mudah. Tinggal buka website kami di www.imigrasi.go.id, lalu klik layanan yang dipilih, ikuti panduan, sudah bias melakukan pelaporan,” kata Ngurah Mas.
Aplikasi itu diakui belum digunakan secara menyeluruh. Di wilayah kerja Kantor Imigrasi Singaraja, yang meliputi Kabupaten Jembrana, Buleleng, dan Karangasem, baru 74 unit akomodasi pariwisata saja yang menggunakannya.
Sebagian besar ada di Buleleng, dengan 47 unit akomodasi, disusul Karangasem 24 unit, dan Jembrana 3 unit akomodasi.
Padahal pihak imigrasi selama tahun 2017 ini, sudah dua kali melakukan sosialisasi pemanfaatan APOA. “Makanya kami dorong, agar pemilik akomodasi menggunakan aplikasi pelaporan ini. Karena ini jauh lebih mudah dan murah,” imbuhnya.
Ngurah Mas pun mengingatkan pada pengelola akomodasi pariwisata, bahwa pelaporan orang asing yang menginap itu wajib dilakukan.
Bahkan, telah diatur dalam Undang-Undang Keimigrasian. Apabila diabaikan, pelanggar dapat dikenakan sanksi tiga bulan kurangan dan denda hingga Rp 25 juta. (eps/rba)