Satu persatu objek daya tarik wisata muncul di Jembrana. Terbaru tempat untuk swafoto di Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya, tepatnya di sebelah barat Kantor Desa Candikusuma. Seperti apa?
M.BASIR, Jembrana
DINAS Pariwisata dan Kebudayaan Jembrana membangun tempat sederhana yang bisa digunakan untuk swafoto di atas tebing dengan latar belakang Selat Bali.
Tepatnya di Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya, sebelah barat kantor desa. Sejak selesai dibangun pertengahan bulan Desember lalu, tempat yang digunakan untuk rest area tersebut selalu ramai dikunjungi warga dan wisatawan lokal.
Ratusan orang datang silih berganti hanya untuk swafoto di atas tebing yang sudah dipasang ornamen tulisan Love Jembrana. Di sekitar lokasi juga ada tempat untuk bersantai berupa jineng.
Sensasi swafoto di lokasi ini, bisa di pagi hari dengan latar belakang selat Bali dan jika cuaca cerah pemandangan lebih indah dengan tambahan latar belakang barisan pegunungan di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Begitu juga pada sore hari bisa swafoto dengan latar belakang senja atau sunset. Bonusnya pada sore hari, ada balap liar di pinggir pantai berpasir hitam yang ada di bawah tebing.
Namun ada cerita yang cukup menarik dan menyeramkan dari lokasi ini. Konon, pada masa gerakan 30 September 1965 silam, tebing tersebut tempat untuk eksekusi mati orang-orang yang dianggap anggota atau simpatisan partai komunis.
Mayat-mayat dibuang dari atas tebing yang tingginya sekitar 10 meter. Perbekel Desa Candikusuma I Wayan Bagi Yasa mengatakan,
pada saat ada gejolak yang dikenal dengan gestapu waktu itu, banyak mayat yang dibuang di bawah tebing ada juga yang dibunuh di atas tebing dan mayatnya dilempar ke bawah tebing.
Salah satu peristiwa yang paling terkenal adalah pembantaian orang-orang yang diduga PKI di Toko Wong, Lelateng, Negara.
Setelah semua terbunuh, mayatnya dibawa ke tebing di Candikusuma. “Ada juga yang dibunuh di sana (tebing),” jelasnya.
Mengenai jumlah mayat yang bawah lalu dibuang ke bawah tebing maupun yang langsung dieksekusi di atas tebing, Yasa mengaku tidak mendapat informasi pasti.
Pasalnya, salah satu saksi sejarah yang masih hidup saat ini sudah tua. “Jumlahnya menurut cerita masyarakat ratusan orang yang mati dan dibuang di tebing,” terangnya.
Kabid Pariwisata pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jembrana I Nyoman Wenten mengakui bahwa lokasi yang saat ini ramai dikunjungi wisatawan lokal tersebut memiliki cerita sejarah kelam.
Meski ada kisah menyeramkan dari tempat itu, pihaknya menggelontorkan anggaran sekitar Rp 174,301,000, untuk penataan rest area ini.
Penataan yang dilakukan, diantaranya menyediakan tempat khusus untuk tempat swafoto agar nyaman bagi warga dan wisatawan untuk menikmati pemandangan pantai Candikusuma.
Karena lokasi tersebut dinilai sangat berpotensi dijadikan tempat wisata karena memiliki pemandangan yang bagus.
“Walau ada sejarah yang kelam di masa silam, kami akan jadikan tempat itu berbeda. Tidak seram, tapi menyenangkan untuk wisatawan dan membangkitkan perekonomian masyarakat sekitar,” imbuhnya.
Selain pemandangan pantai, bisa melihat aktivitas nelayan lokal, tidak jauh dari pantai ada keramba apung untuk budidaya ikan milik nelayan setempat.
Pihaknya akan melakukan penataan di tempat itu, sejumlah sarana dan prasarana akan ditambah untuk kebutuhan pengunjung.