33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 13:59 PM WIB

Begini Kronologis Lengkap Pembunuhan Aipda (Purn) Suanda, Ngeri…

DENPASAR – Satu demi satu fakta pembunuhan keji purnawirawan Polri Aiptu Made Suanda alias Pak Arik, 58, terkuak.

Dalam pemeriksaan intensif selama tiga hari sejak Sabtu (23/12), diketahui pria yang dikaruniai tiga anak perempuan tersebut dihabisi di ruang tamu.

Yang menyedihkan, diduga kuat pelaku beraksi di rumah kontrakan di Jalan Nuansa Kori Utama No. 30, Dusun Tegal Kori, Ubung Kaja, Denpasar hanya berselang satu jam setelah korban

pamit meninggalkan rumahnya di Jalan Dharmasaba No. 9 X, Banjar Dharmasaba, Desa Dharmasaba, Kecamatan Abiansemal, Badung, Jumat (15/12) sekitar pukul 11.30.

Menurut adik kandung korban, Wayan Sudana Bima, kakaknya pamit setelah menerima kunjungan dua orang pria dan wanita bermasker.

Bagaimana korban dihabisi, menurut penelusuran Jawa Pos Radar Bali ternyata mengarah kepada pembunuhan berencana.

Pasalnya, korban diarahkan menuju rumah kontrakan yang sengaja disewa Gede Ngurah Astika alias Sandi alias Gede Alit dan istrinya, Li, sehari sebelumnya, Kamis (14/12).

Dari hasil pemeriksaan diketahui Sandi sang otak pembunuhan menelepon Dewa Gede Budianta dan memberi perintah agar Dewa Made Sudiana dan Putu Very Permadi yang tinggal di Kabupaten Buleleng merapat ke Denpasar.

Keduanya dihubungi melalui telepon seluler pada Kamis (14/12) dan berangkat serta tiba keesokan harinya, Jumat (15/12) di Denpasar.

Setelah berkumpul di rumah Dewa Gede Budianta mereka berangkat bersamaan ke rumah kontrakan yang disewa Sandi.

Untuk sampai di tempat yang dituju mereka mengendarai dua buah sepeda motor matic jenis Honda Scoopy dan Vario warna hitam.

Masing-masing bernomor polisi DK 8392 GB dan DK 8215 HD. Motor tersebut salah satunya milik pelaku Dewa Gede Budianta.

Singkat cerita, keempat pelaku ngobrol dengan korban di ruang tamu yang terletak di lantai bawah. Korban Aiptu Made Suanda duduk berhadapan dengan Sandi.

Sementara tiga pelaku lainnya di lokasi yang sama, namun agak berjauhan. Dalam pembicaraan tersebut, sekitar pukul 12.30, ungkap sumber, korban mempertanyakan uang pembelian mobil Honda Jazz DK 1985 CN miliknya kepada Sandi.

“Karena nunggu uang pembayaran nggak datang-datang, korban bicara dengan nada agak marah,” ujar sumber yang meminta namanya tak dimediakan.

Merespons korban, Sandi lantas membenturkan kepala korban ke tembok dan ke lantai. Korban juga dilumpuhkan dengan hujaman helm milik salah satu pelaku.

Usai beraksi korban ditinggalkan dalam posisi tengadah dan berdarah. Mobil milik korban dikendarai Sandi dan tiga pelaku lainnya melarikan diri dengan motor.

Terkait peran pelaku lainnya, lewat penelusuran sumber diketahui mereka juga sempat menghujani korban dengan bogem mentah.

Untuk memastikan korban tak melawan, seorang pelaku merangkul korban sekuat tenaga. Seorang pelaku lainnya memegang kuat-kuat kaki korban.

“Perintah dan inisiatif sepenuhnya dari Gede Ngurah Astika,” tandas sumber. Kenapa tak ada orang yang tahu padahal eksekusi korban dilakukan di siang hari bolong?

Sumber menyebut karena pasca kepala korban dibenturkan ke tembok dan lantai serta dipukul berulangkali dengan

helm darah telah mengucur; korban telah tak berdaya. Korban disebut-sebut juga ditindih agar tak bisa melawan

DENPASAR – Satu demi satu fakta pembunuhan keji purnawirawan Polri Aiptu Made Suanda alias Pak Arik, 58, terkuak.

Dalam pemeriksaan intensif selama tiga hari sejak Sabtu (23/12), diketahui pria yang dikaruniai tiga anak perempuan tersebut dihabisi di ruang tamu.

Yang menyedihkan, diduga kuat pelaku beraksi di rumah kontrakan di Jalan Nuansa Kori Utama No. 30, Dusun Tegal Kori, Ubung Kaja, Denpasar hanya berselang satu jam setelah korban

pamit meninggalkan rumahnya di Jalan Dharmasaba No. 9 X, Banjar Dharmasaba, Desa Dharmasaba, Kecamatan Abiansemal, Badung, Jumat (15/12) sekitar pukul 11.30.

Menurut adik kandung korban, Wayan Sudana Bima, kakaknya pamit setelah menerima kunjungan dua orang pria dan wanita bermasker.

Bagaimana korban dihabisi, menurut penelusuran Jawa Pos Radar Bali ternyata mengarah kepada pembunuhan berencana.

Pasalnya, korban diarahkan menuju rumah kontrakan yang sengaja disewa Gede Ngurah Astika alias Sandi alias Gede Alit dan istrinya, Li, sehari sebelumnya, Kamis (14/12).

Dari hasil pemeriksaan diketahui Sandi sang otak pembunuhan menelepon Dewa Gede Budianta dan memberi perintah agar Dewa Made Sudiana dan Putu Very Permadi yang tinggal di Kabupaten Buleleng merapat ke Denpasar.

Keduanya dihubungi melalui telepon seluler pada Kamis (14/12) dan berangkat serta tiba keesokan harinya, Jumat (15/12) di Denpasar.

Setelah berkumpul di rumah Dewa Gede Budianta mereka berangkat bersamaan ke rumah kontrakan yang disewa Sandi.

Untuk sampai di tempat yang dituju mereka mengendarai dua buah sepeda motor matic jenis Honda Scoopy dan Vario warna hitam.

Masing-masing bernomor polisi DK 8392 GB dan DK 8215 HD. Motor tersebut salah satunya milik pelaku Dewa Gede Budianta.

Singkat cerita, keempat pelaku ngobrol dengan korban di ruang tamu yang terletak di lantai bawah. Korban Aiptu Made Suanda duduk berhadapan dengan Sandi.

Sementara tiga pelaku lainnya di lokasi yang sama, namun agak berjauhan. Dalam pembicaraan tersebut, sekitar pukul 12.30, ungkap sumber, korban mempertanyakan uang pembelian mobil Honda Jazz DK 1985 CN miliknya kepada Sandi.

“Karena nunggu uang pembayaran nggak datang-datang, korban bicara dengan nada agak marah,” ujar sumber yang meminta namanya tak dimediakan.

Merespons korban, Sandi lantas membenturkan kepala korban ke tembok dan ke lantai. Korban juga dilumpuhkan dengan hujaman helm milik salah satu pelaku.

Usai beraksi korban ditinggalkan dalam posisi tengadah dan berdarah. Mobil milik korban dikendarai Sandi dan tiga pelaku lainnya melarikan diri dengan motor.

Terkait peran pelaku lainnya, lewat penelusuran sumber diketahui mereka juga sempat menghujani korban dengan bogem mentah.

Untuk memastikan korban tak melawan, seorang pelaku merangkul korban sekuat tenaga. Seorang pelaku lainnya memegang kuat-kuat kaki korban.

“Perintah dan inisiatif sepenuhnya dari Gede Ngurah Astika,” tandas sumber. Kenapa tak ada orang yang tahu padahal eksekusi korban dilakukan di siang hari bolong?

Sumber menyebut karena pasca kepala korban dibenturkan ke tembok dan lantai serta dipukul berulangkali dengan

helm darah telah mengucur; korban telah tak berdaya. Korban disebut-sebut juga ditindih agar tak bisa melawan

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/