RadarBali.com – Setelah masyarakat beberapa hari ini meributkan kondisi terumbu karang di Nusa Penida yang mengalami kerusakan akibat aktivitas pariwisata tidak bertanggung jawab, Dinas Perikanan dan Kelautan Pemerintah Provinsi Bali akan turun ke perairan Nusa Penida.
Setelah itu, Dinas Perikanan dan Kelautan Pemerintah Provinsi Bali berencana mengarahkan pelaku pariwisata untuk memindahkan pontonnya ke sebelah barat Mangrove Point dan membuat sendiri destinasi wisata bawah lautnya.
Kepala Bidang Kelautan, Dinas Perikanan dan Kelautan Pemerintah Provinsi Bali, I Made Sudarsana saat dihubungi, Selasa (25/7) mengatakan, untuk mengetahui sejauh mana kerusakan terumbu karang yang terjadi di Nusa Penida dan siapa pelaku dibalik kerusakan tersebut, pihaknya mengaku akan melakukan inventarisasi bersama LSM ke perairan Nusa Penida.
Selain itu, pihaknya juga akan memantau ponton-ponton yang ternyata banyak yang tidak berizin.
“Setelah itu baru kami akan rembuk untuk memastikan langkah-langkah apa yang akan kami lakukan. Dan kami berencana mengumpulkan para pengusaha,” katanya.
Sebagai bayangan awal, lanjut dia, untuk perbaikan terumbu karang di Nusa Penida, pihaknya berencana meminta para pelaku pariwisata menggeser pontonnya ke sebelah barat Mangrove Point.
Dan kemudian membuat sendiri destinasi wisata bawah lautnya di sana. “Seperti membuat terumbu karang sendiri dengan metode transplantasi. Nanti kami berikan arahan teknisnya. Mudah-mudahan nanti teman-teman pengusaha atau yang tergabung dalam Gahawisri mau mengikuti kami,” ujarnya.
Kenapa Mangrove Point? Karena terumbu karang di Mangrove Point cepat mengalami pemulihan.
Sehingga ketika ponton-ponton tersebut dipindah ke sana yang tentunya akan merusak terumbu karang, menurutnya, terumbu karang ditempat tersebut akan kembali seperti semula hanya dalam waktu satu bulan saja.
“Kalau kami kosongkan, mungkin satu bulan sudah bisa pulih kembali. Mudah-mudahan upaya yang sudah kami rencanakan ini betul-betul ada harapan,” terangnya.
Disinggung mengenai pengawasan alam bawah laut selama ini, dia mengaku sudah melakukan pengawasan. Hanya saja belum maksimal karena jumlah sumber daya manusia (SDM) yang terbatas.
“Selain sumber daya, pendanaan dan sarana-prasarana juga terbatas,” tandasnya.