Berawal dari mengelola uang bantuan, Nengah Sukasari berhasil mengangkat ekonomi keluarga. Berbagai jenis produksi UMKM ia geluti. Dari dodol ketan, hingga pencelupan dupa.
Eka Prasetya, Buleleng
TANGAN Nengah Sukasari, 54, bergerak cekatan. Adonan dodol di dalam baskom, ia pindahkan ke atas kertas kulit jagung. Adonan itu ditekan sedemikian rupa hingga padat. Dengan cepat kertas jagung itu digulung.
Pagi itu, Sukasari bersama menantu dan tetangganya tengah sibuk menyelesaikan pesanan dodol ketan. Semua pekerjaan itu ia selesaikan di teras rumah.
“Ini pesanan orang. Untuk persiapan hari raya Nyepi,” kata Sukasari saat ditemui di rumahnya yang terletak di Banjar Dinas Anyar, Desa Sembiran, belum lama ini.
Usaha skala rumah tangga itu telah digeluti sejak 2016 lalu. Sebuah dodol ketan dijual seharga Rp 1.000. Dalam sebulan ia bisa mengantongi omzet sebanyak Rp 2 juta. Namun, bila hari raya tiba, omzet pun berlipat-lipat. Pada momen hari raya Galungan dan Kuningan misalnya, omzet dari penjualan dodol bisa mencapai Rp 16 juta sebulan.
Naluri bisnis Nengah Sukasari tumbuh pada 2014 lalu. Tatkala itu ia masih terdaftar sebagai Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (KPM PKH). Tiap bulan ia datang ke kota kecamatan untuk mencairkan bantuan.
Suatu ketika ia mencairkan uang bantuan sosial (bansos) sebanyak Rp 350 ribu di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Tejakula. Bansos itu bersumber dari Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang dipegang dirinya. Semula Sukasari berencana menggunakan uang itu untuk membeli sejumlah kebutuhan untuk anak-anaknya. Tapi di tengah jalan dia punya rencana lain. (Bersambung)