25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 8:18 AM WIB

Istri Diputus Onslag, Suami Bersimpuh

 

DENPASAR– Sidang kasus dugaan korupsi dana Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPKK) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Rendang, Karangasem, berkahir antiklimaks. Pasalnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar yang diketuai Heriyanti memutus lepas (onslag) ketujuh terdakwa.

 

Tujuh terdakwa tersebut adalah I Wayan Sukarta, 51, (ketua tim verifikasi di UPK Kecamatan Rendang); I Wayan Suwita, 53, (anggota tim verifikasi); Ni Nyoman Wiastuti, 47, (anggota tim verifikasi); dan Ni Luh Suryani, 53, (anggota tim verifikasi); Ni Nengah Sutami, 51; Ni Luh Ade Budiyawati, 44; dan I Made Gunarta, 47. Mereka dibagi menjadi dua berkas terpisah.

 

Dalam amar putusannya, hakim sepakat dengan jaksa bahwa perbuatan ketujuh terdakwa bersalah, tapi bukan termasuk tindak pidana korupsi. Tujuh terdakwa hanya dianggap lalai dalam menjalankan tugasnya sebagai tim verifikator.

 

Karena tidak terbukti korupsi, tujuh terdakwa harus dibebaskan dari segala tuntutan JPU Kejari Karangasem. “Memerintahkan agar melepaskan para terdakwa dari segala tuntutan hukum. Memerintahkan para terdakwa segera dikeluarkan dari tahanan, dan memulihkan harkat martabatnya,” tegas hakim Heriyanti, Selasa kemarin (12/4).

 

Sontak putusan tersebut langsung disambut gembira oleh keluarga terdakwa yang menunggu di dalam ruang sidang. Mereka mencakupkan kedua tangan sambil mengucap syukur. Sebagian lagi menangis dan berpelukan.

 

Tak hanya keluarga yang bahagia mendengar putusan hakim, terdakwa yang menjalani sidang dari tahanan juga mengharubiru. Dari layar monitor mereka saling berpelukan dan menangis haru. “Terima kasih, terima kasih, Yang Mulia,” ujar terdakwa bersahutan.

 

“Sudah, kalau mau nangis-nangisan silakan, tapi sidang saya tutup dulu,” kata hakim Heriyanti sembari mengetuk palu tanda menutup sidang.

 

Mendengar putusan hakim, Nyoman Dipa langung bersimpuh di lantai. Dipa adalah suami dari terdakwa Ni Luh Ade Budiyawati. Setelah bersimpuh, Dipa langsung sujud sebagai tanda syukur. Hampir satu menit Dipa sujud mencium lantai disaksikan kerabat lainnya.

 

Saat diwawancarai, Dipa tak bisa menutupi kebahagiaannya. Matanya berkaca. “Tiyang sangat terharu dengan putusan hakim, putusan hakim benar-benar adil untuk keluarga tiyang,” ucap Dipa dengan nada bergetar.

 

Petani asli Rendang, Karangasem, itu juga bernazar akan sembahyang sebagai bentuk terimakasih pada Tuhan. Menurutnya istrinya tidak bersalah dalam kasus ini. Karena itu wajar jika bebas. Ia pun berterimakasih kepada hakim yang sudah membebaskan istri dan terdakwa lainnya.

 

“Saya berharap agar istri saya segera dibebaskan. Kami sudah kangen, sudah empat bulan istri saya ditahan,” imbuh pria 49 tahun itu.

 

Untuk diketahui, onslag adalah putusan lepas dari segala tuntutan hukum atas perbuatan yang dilakukan terdakwa. Perbuatan terdakwa bersalah, tapi bukan merupakan tindak pidana, misalnya merupakan bidang hukum perdata, hukum adat atau hukum dagang.

Sebelumnya, JPU Kejari Karangasem menyatakan tujuh terdakwa dinilai terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor junct Pasal 64 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

 

JPU M Matuleesy menuntut lima tahun penjara dan membayar denda masing-masing sebesar Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan.

 

Dalam dakwaan JPU Putu Oka Surya Atmaja dkk diungkapkan, para terdakwa selaku tim verifikasi diangkat berdasar SK Badan Kerja Sama Antar Desa (BKAD) Kecamatan Rendang tanggal 29 Februari 2016. Para terdakwa mendapatkan upah setiap bulannya sebesar Rp500 ribu yang bersumber dari dana APBN. Namun, dalam menjalankan tugasnya, para terdakwa tidak memeriksa kelengkapan dokumen usulan pinjaman. Para terdakwa juga tidak melakukan observasi kesesuaian proposal yang diajukan masing-masing kelompok SPP dengan fakta di lapangan.

 

Para terdakwa hanya melakukan verifikasi berdasarkan pengakuan lisan dari orang-orang yang dihadirkan oleh saksi Ni Ketut Wartini dan Ni Wayan Murniati.  Akibat kecerobohan para terdakwa, saksi Ni Wayan Murtiani alias Bebel, 47, dan Ni Ketut Wartini alias Gembrod, 39, leluasa menyalahgunakan dana hingga Rp 1,9 miliar.

 

Murtiani dan Wartini yang menikmati uang sudah dijatuhi pidana penjara selama lima tahun. Sedangkan saksi Sukertia juga dijatuhi pidana penjara selama lima tahun. Sementara terdawka I Wayan Sukertia diganjar dua tahun penjara.

 

 

DENPASAR– Sidang kasus dugaan korupsi dana Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPKK) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Rendang, Karangasem, berkahir antiklimaks. Pasalnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar yang diketuai Heriyanti memutus lepas (onslag) ketujuh terdakwa.

 

Tujuh terdakwa tersebut adalah I Wayan Sukarta, 51, (ketua tim verifikasi di UPK Kecamatan Rendang); I Wayan Suwita, 53, (anggota tim verifikasi); Ni Nyoman Wiastuti, 47, (anggota tim verifikasi); dan Ni Luh Suryani, 53, (anggota tim verifikasi); Ni Nengah Sutami, 51; Ni Luh Ade Budiyawati, 44; dan I Made Gunarta, 47. Mereka dibagi menjadi dua berkas terpisah.

 

Dalam amar putusannya, hakim sepakat dengan jaksa bahwa perbuatan ketujuh terdakwa bersalah, tapi bukan termasuk tindak pidana korupsi. Tujuh terdakwa hanya dianggap lalai dalam menjalankan tugasnya sebagai tim verifikator.

 

Karena tidak terbukti korupsi, tujuh terdakwa harus dibebaskan dari segala tuntutan JPU Kejari Karangasem. “Memerintahkan agar melepaskan para terdakwa dari segala tuntutan hukum. Memerintahkan para terdakwa segera dikeluarkan dari tahanan, dan memulihkan harkat martabatnya,” tegas hakim Heriyanti, Selasa kemarin (12/4).

 

Sontak putusan tersebut langsung disambut gembira oleh keluarga terdakwa yang menunggu di dalam ruang sidang. Mereka mencakupkan kedua tangan sambil mengucap syukur. Sebagian lagi menangis dan berpelukan.

 

Tak hanya keluarga yang bahagia mendengar putusan hakim, terdakwa yang menjalani sidang dari tahanan juga mengharubiru. Dari layar monitor mereka saling berpelukan dan menangis haru. “Terima kasih, terima kasih, Yang Mulia,” ujar terdakwa bersahutan.

 

“Sudah, kalau mau nangis-nangisan silakan, tapi sidang saya tutup dulu,” kata hakim Heriyanti sembari mengetuk palu tanda menutup sidang.

 

Mendengar putusan hakim, Nyoman Dipa langung bersimpuh di lantai. Dipa adalah suami dari terdakwa Ni Luh Ade Budiyawati. Setelah bersimpuh, Dipa langsung sujud sebagai tanda syukur. Hampir satu menit Dipa sujud mencium lantai disaksikan kerabat lainnya.

 

Saat diwawancarai, Dipa tak bisa menutupi kebahagiaannya. Matanya berkaca. “Tiyang sangat terharu dengan putusan hakim, putusan hakim benar-benar adil untuk keluarga tiyang,” ucap Dipa dengan nada bergetar.

 

Petani asli Rendang, Karangasem, itu juga bernazar akan sembahyang sebagai bentuk terimakasih pada Tuhan. Menurutnya istrinya tidak bersalah dalam kasus ini. Karena itu wajar jika bebas. Ia pun berterimakasih kepada hakim yang sudah membebaskan istri dan terdakwa lainnya.

 

“Saya berharap agar istri saya segera dibebaskan. Kami sudah kangen, sudah empat bulan istri saya ditahan,” imbuh pria 49 tahun itu.

 

Untuk diketahui, onslag adalah putusan lepas dari segala tuntutan hukum atas perbuatan yang dilakukan terdakwa. Perbuatan terdakwa bersalah, tapi bukan merupakan tindak pidana, misalnya merupakan bidang hukum perdata, hukum adat atau hukum dagang.

Sebelumnya, JPU Kejari Karangasem menyatakan tujuh terdakwa dinilai terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor junct Pasal 64 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

 

JPU M Matuleesy menuntut lima tahun penjara dan membayar denda masing-masing sebesar Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan.

 

Dalam dakwaan JPU Putu Oka Surya Atmaja dkk diungkapkan, para terdakwa selaku tim verifikasi diangkat berdasar SK Badan Kerja Sama Antar Desa (BKAD) Kecamatan Rendang tanggal 29 Februari 2016. Para terdakwa mendapatkan upah setiap bulannya sebesar Rp500 ribu yang bersumber dari dana APBN. Namun, dalam menjalankan tugasnya, para terdakwa tidak memeriksa kelengkapan dokumen usulan pinjaman. Para terdakwa juga tidak melakukan observasi kesesuaian proposal yang diajukan masing-masing kelompok SPP dengan fakta di lapangan.

 

Para terdakwa hanya melakukan verifikasi berdasarkan pengakuan lisan dari orang-orang yang dihadirkan oleh saksi Ni Ketut Wartini dan Ni Wayan Murniati.  Akibat kecerobohan para terdakwa, saksi Ni Wayan Murtiani alias Bebel, 47, dan Ni Ketut Wartini alias Gembrod, 39, leluasa menyalahgunakan dana hingga Rp 1,9 miliar.

 

Murtiani dan Wartini yang menikmati uang sudah dijatuhi pidana penjara selama lima tahun. Sedangkan saksi Sukertia juga dijatuhi pidana penjara selama lima tahun. Sementara terdawka I Wayan Sukertia diganjar dua tahun penjara.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/