Pandemi telah berlangsung selama dua tahun terakhir. Apakah kita akan segera mengakhiri pandemi dan melangkah ke endemi?
Eka Prasetya/Candra Gupta
Epidemiolog Universitas Udayana (Unud), Prof. dr. I Made Ady Wirawan, MPH. Ph.D mengungkapkan, antibodi sebenarnya bagian dari sistem kekebalan tubuh yang dihasilkan secara alami oleh tubuh. Antibodi juga bisa muncul lewat infeksi penyakit maupun vaksinasi.
Bila melihat angka penularan dan cakupan vaksinasi Covid-19, Ady menganggap hasil survey serologi yang dilakukan Kemenkes sangat masuk akal. Menurutnya ada kemungkinan masyarakat telah terpapar Covid-19 tanpa disadari. Sehingga antibodi terbentuk secara alami lewat infeksi penyakit.
“Kemungkinan saat ini sebagian besar sudah mendapatkan secara kombinasi baik alami dan vaksinasi. Ini sebenarnya cukup menguntungkan. Secara imunologi, kombinasi tersebut bisa menghasilkan kekebalan hybrid,” jelasnya.
Kendati hasil survey serologi menunjukkan antibodi yang tinggi, Ady meyakini pemerintah tak akan serta merta menyatakan pandemi berakhir dan beralih menjadi endemi. Tahap endemi, kata Ady, tidak menunjukkan kondisi menjadi lebih ringan. Namun menunjukkan bahwa infrastruktur dan sumber daya lebih siap melakukan prediksi situasi kesehatan di suatu wilayah. Situasi kesehatan yang dimaksud adalah Covid-19.
Melihat kondisi terkini, ia yakin status pandemi tidak akan dicabut dalam waktu dekat. Sebab, kasus secara global masih cukup tinggi. Virus SARS-CoV-2 yang memicu covid-19 juga terus bermutasi.
Disamping itu perubahan status dari pandemi menjadi endemi juga akan menimbulkan implikasi lain. utamanya kewajiban pemerintah di bidang kesehatan. “Jadi sebaiknya perubahan status secara resmi harus dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan banyak hal di masyarakat,” tegas pria yang juga guru besar pada Fakultas Kedokteran Unud itu.
Ady menyatakan, pemegang kebijakan dan masyarakat sebaiknya tetap meningkatkan kewaspadaan dan menerapkan protokol kesehatan. Belajar dari pandemi selama 2 tahun terakhir, masker sangat efektif melindungi masyarakat dari Covid-19.
“Kita tidak tahu varian yang baru. Lebih baik tetap waspada dan menerapkan prokes. Ingat kalau penularan terjadi lagi dalam skala luas, potensi atau peluang terjadi mutasi virus akan lebih besar,” ujar Ady mengingatkan.
Terpisah, Anggota Komisi IX DPR RI Ketut Kariyasa Adnyana mengungkapkan, awal penanganan pandemi Covid-19 penuh dengan kegamangan. Sebab tak banyak yang diketahui dengan penyakit tersebut.
Politisi yang membidangi masalah kesehatan dan ketenagakerjaan itu pun tak heran bila hampir 100 persen masyarakat Indonesia, termasuk di Bali – telah memiliki kekebalan alami terhadpa Covid-19.
“Kemungkinan yang tidak terdeteksi kena Covid-19, jumlahnya banyak. Kan ada istilah orang tanpa gejala. Kemungkinan dia tidak merasa kena Covid, sehingga punya antibodi alami. Di samping dapat program vaksinasi juga,” katanya.
Pria asal Desa Busungbiu, Buleleng itu mengatakan, Komisi IX DPR RI terus mengevaluasi kondisi covid-19 secara global. Menurutnya saat ini penerapan prokes. Khususnya penggunaan masker – masih relevan. Sebab kasus Covid-19 secara global masih fluktuaktif. Dia tak mau pemerintah buru-buru menetapkan Covid-19 menjadi endemi.
“Kita sedang melakukan pemulihan ekonomi. Kami di Komisi IX tidak ingin saat pandemi dicabut, justru kasus melonjak. Itu justru berdampak buruk bagi situasi kesehatan dan ekonomi kita. Harus dikaji dari berbagai aspek secara holistik,” tegasnya.
Di sisi lain, Wakil Bupati Buleleng dr. I Nyoman Sutjidra, Sp.OG mengungkapkan, dirinya tak terlalu terkejut dengan hasil survey serologi itu. Menurutnya antibodi masyarakat pasti akan tumbuh. Entah itu karena mendapat vaksinasi maupun karena terpapar Covid-19.
“Saya sendiri setelah kena Covid, 3 bulan kemudian saya cek titer antibodi. Ternyata naik. Itu artinya tubuh saya sudah kenal dengan virus Covid-19 dan siap melawan virus itu,” katanya.
Sementara bagi warga yang belum memiliki kekebalan, idealnya diberikan vaksin. Sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh dari serangan Covid-19. “Kalau ada infeksi, maka tubuh akan melawan. Jadi bisa menekan gejala dan mencegah kematian,” jelasnya.
Menurutnya masyarakat Buleleng tak perlu eforia dengan hasil survey tersebut. Sutjidra menilai masyarakat masih perlu menerapkan protokol kesehatan. Kendati kasus terkonfirmasi Covid-19 di Buleleng telah turun dengan signifikan dari hari ke hari.
Pria asal Desa Bontihing, Kecamatan Kubutambahan itu mengatakan, saat ini pemerintah tengah berupaya memulihkan kepercayaan publik internasional dalam penanganan pandemi.
Kepercayaan yang tumbuh akan mendatangkan wisatawan yang lebih banyak. Sehingga ekonomi tumbuh kembali. Mengingat tulang punggung ekonomi Bali – termasuk Buleleng – adalah sektor pariwisata.
“Kita tidak boleh lengah. Saya yakin Kementerian Kesehatan tidak akan buru-buru menurunkan status dari pandemi jadi endemi. Kalau dalam 6 bulan kedepan kasus covid-19 terus landai, mungkin saja akan dideklarasikan endemi. jadi kedepan covid-19 akan dianggap seperti demam berdarah atau flu biasa,” kata Sutjidra.
Kembali lagi pada Kardian Narayana. Kini alumnus SMAN 2 Singaraja itu telah menerima vaksin dosis kedua. Dia akhirnya menerima vaksin, semata-mata untuk memenuhi syarat administrasi pelaku perjalanan dalam negeri.
Dia mengaku ada beberapa agenda festival di luar Bali pada tahun ini. “Kalau tahun lalu kan tidak mungkin saya keluar Bali, karena syarat masih ketat. Sekarang juga aktivitas sudah lebih longgar, jadi festival bisa mulai lagi. Biar nggak ribet di perjalanan, ya sudah saya vaksin saja,” tukasnya. (Bersambung)