25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 6:50 AM WIB

Tolak Pembangunan Terminal Gas Alam Cair, Warga Sanur Mesadu secara Niskala

DENPASAR – Warga Desa Adat Intaran Sanur menggelar persembahyangan di Pantai Mertasari, Sanur, Denpasar pada Selasa 28 Juni 2022. Persembahyangan ini juga bertepatan dengan Tilem Anggara Kasih Sadha.

 

Bendesa Adat Intaran, I Gusti Agung Alit Kencana mengatakan, persembahyangan ini merupakan bentuk upaya Niskala untuk menolak Pembangunan terminal gas alam cair (liquified natural gas/LNG) di Bali.

 

“Persembahyangan ini diikuti oleh seluruh krama Desa Adat guna senantiasa meneguhkan diri dalam menolak pembangunan Terminal LNG yang akan dilakukan di Kawasan Mangrove,” ujar Bendesa Alit Kencana.

 

Lanjutanya, persembahyangan ini juga dilakukan guna memperoleh kejernihan pikiran dan untuk menolak proyek pembangunan LNG di kawasan mangrove. Sebab dalam pembangunannya akan melakukan pengerukan yang juga akan mengancam terumbu karang yang ada di Pesisir Sanur.

 

Dikatakan, dalam kajian sudah dijelaskan ada 5 hektaran terumbu karang yang akan terkena oleh aktivitas pengerukan yang akan dilakukan dalam pembangunan terminal LNG ini. “Jika ekosistem dan pesisir laut rusak akibat hal tersebut bagaimana nasib kami yang akan ada di pesisir?,” tanyanya.

 

Lebih lanjut I Gusti Agung Alit Kencana juga menjelaskan adapun vegetasi mangrove yang akan kena oleh pembangunan Terminal LNG ini adalah vegetasi mangrove yang memiliki ketinggian 10 meter dan butuh waktu 30 tahun bagi mangrove untuk bisa tumbuh setinggi itu.

 

“Jika ingin membuat terminal di kawasan mangrove, silahkan tanam dulu mangrove dan tunggu 30 tahun dulu. Baru membuat Terminal LNG di kawasan Mangrove,”tegasnya.

 

Sementara itu, Direktur Walhi Bali, Made Krisna Dinata menegaskan jika solusi dari DPRD atau dari pemrakarsa yang menyebutkan akan mengganti pohon mangrove yang akan ditebang untuk pembangunan proyek Terminal LNG di Kawasan Mangrove hanya sebuah Dejavu.

 

Sebab dari pengalaman sebelumnya setidaknya ada 2 proyek pembangunan besar yang merusak mangrove namun sampai detik ini tidak ada upaya pemulihan daripemerintah.

 

“Tidak ada sanksi yang tegas juga yang dikenakan terhadap proyek yang merusak mangrove tersebut. Jika mau membuat proyek di mangrove dan yakin ingin mengganti, pulihkan dulu mangrove yang sebelumnya rusak oleh jalan tol dan reklamasi pelindo,” pintanya.

 






Reporter: I Wayan Widyantara

DENPASAR – Warga Desa Adat Intaran Sanur menggelar persembahyangan di Pantai Mertasari, Sanur, Denpasar pada Selasa 28 Juni 2022. Persembahyangan ini juga bertepatan dengan Tilem Anggara Kasih Sadha.

 

Bendesa Adat Intaran, I Gusti Agung Alit Kencana mengatakan, persembahyangan ini merupakan bentuk upaya Niskala untuk menolak Pembangunan terminal gas alam cair (liquified natural gas/LNG) di Bali.

 

“Persembahyangan ini diikuti oleh seluruh krama Desa Adat guna senantiasa meneguhkan diri dalam menolak pembangunan Terminal LNG yang akan dilakukan di Kawasan Mangrove,” ujar Bendesa Alit Kencana.

 

Lanjutanya, persembahyangan ini juga dilakukan guna memperoleh kejernihan pikiran dan untuk menolak proyek pembangunan LNG di kawasan mangrove. Sebab dalam pembangunannya akan melakukan pengerukan yang juga akan mengancam terumbu karang yang ada di Pesisir Sanur.

 

Dikatakan, dalam kajian sudah dijelaskan ada 5 hektaran terumbu karang yang akan terkena oleh aktivitas pengerukan yang akan dilakukan dalam pembangunan terminal LNG ini. “Jika ekosistem dan pesisir laut rusak akibat hal tersebut bagaimana nasib kami yang akan ada di pesisir?,” tanyanya.

 

Lebih lanjut I Gusti Agung Alit Kencana juga menjelaskan adapun vegetasi mangrove yang akan kena oleh pembangunan Terminal LNG ini adalah vegetasi mangrove yang memiliki ketinggian 10 meter dan butuh waktu 30 tahun bagi mangrove untuk bisa tumbuh setinggi itu.

 

“Jika ingin membuat terminal di kawasan mangrove, silahkan tanam dulu mangrove dan tunggu 30 tahun dulu. Baru membuat Terminal LNG di kawasan Mangrove,”tegasnya.

 

Sementara itu, Direktur Walhi Bali, Made Krisna Dinata menegaskan jika solusi dari DPRD atau dari pemrakarsa yang menyebutkan akan mengganti pohon mangrove yang akan ditebang untuk pembangunan proyek Terminal LNG di Kawasan Mangrove hanya sebuah Dejavu.

 

Sebab dari pengalaman sebelumnya setidaknya ada 2 proyek pembangunan besar yang merusak mangrove namun sampai detik ini tidak ada upaya pemulihan daripemerintah.

 

“Tidak ada sanksi yang tegas juga yang dikenakan terhadap proyek yang merusak mangrove tersebut. Jika mau membuat proyek di mangrove dan yakin ingin mengganti, pulihkan dulu mangrove yang sebelumnya rusak oleh jalan tol dan reklamasi pelindo,” pintanya.

 






Reporter: I Wayan Widyantara

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/