DENPASAR– Di balik tuntutan kasus korupsi masker Dinas Sosial Karangasem menyeruak bau amis. Seorang panitera pengganti (PP) berinisial D yang bertugas mendampingi majelis hakim dicopot dari tugasnya.
Informasi yang beredar, panitera tersebut diduga menghubungi keluarga salah satu terdakwa untuk meminta uang dengan janji akan membantu meringankan putusan. Permintaan itu disampaikan lewat telepon.
Sontak kabar tersebut langsung membuat geger PN Denpasar. Imbasnya, tidak hanya satu orang panitera yang dicopot, satu orang panitera lainnya juga ikut kena getahnya. “Dua orang PP diganti sekaligus,” ujar sumber di lapangan.
Terkait kabar penggantian PP di tengah persidangan tersebut, juru bicara PN Denpasar Gede Putra Astawa membenarkan.
“Benar (panitera diganti). Itu untuk menjamin independensi majelis atas isu yg beredar, maka pimpinan mengganti PP dalam perkara tersebut. Dua orang PP diganti,” terang Astawa, kemarin (12/1).
Ditanya apakah ada investigasi dari PN Denpasar terhadap isu yang beredar, Astawa menyebut pimpinan PN Denpasar sudah memanggil dan meminta klarifikasi.
Dari hasil pemanggilan itu keduanya menyatakan tidak benar. Namun, Ketua PN Denpasar mengambil langkah tegas dengan tetap melakukan penggantian sekalipun belum terbukti.
“Penggantian itu langkah yang diambil oleh pimpinan, mengingat perkara harus segera disidangkan dan sidang berjalan independen,” tandas Astawa.
Sementara itu, tim jaksa penuntut umum (JPu) Kejaksaan Negeri (Kejari) Karangasem dalam sidang kemarin mengajukan tuntutan terhadap tujuh terdakwa. Surat tuntutan dibacakan JPU M Matulessy dkk secara daring kemarin (12/7).
Dari tujuh terdakwa, terdakwa I Gede Basma selaku mantan Kepala Dinas Sosial dituntut paling tinggi. Basma dituntut delapan tahun penjara. Selain tuntutan penjara selama delapan tahun, Basma juga dituntut denda sebesar Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan.
Sedangkan terdakwa Gede Sumartana dan terdakwa I Wayan Budiarta dituntut pidana penjara masing-masing 7,5 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan.
“Terdakwa Nyoman Rumia dituntut enam tahun penjara dan denda Rp denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan,” ujar JPU.
Untuk tiga terdakwa lainnya, yakni terdakwa I Ketut Sutama Adikusuma, terdakwa I Gede Putra Yasa dan terdakwa Ni Ketut Suartini dituntut pidana penjara masing-masing selama lima tahun.
Ketiganya dituntut pidana denda Rp denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan. Ketujuh terdakwa dianggap terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Para terdakwa melalui masing-masing tim penasihat hukumnya akan mengajukan pembelaan secara tertulis pada sidang pekan depan.
Sekadar mengingatkan, pengadaan masker skuba oleh Pemkab Karangasem ini dianggarkan sekitar 2,9 miliar untuk pengadaan sekitar 512.797 masker. Sumber pengadaan dari APBD. Perbuatan para terdakwa menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 2,6 Miliar.
Masker diberikan untuk warga di delapan kecamatan di Kabupaten Karangasem. Namun, pengadaan masker diduga tidak sesuai surat edaran bersama yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan. Ini karena masker yang dibuat bukan masker kain lapis tiga atau kain medis sesuai standar WHO.
Masker yang diadakan adalah masker skuba atau masker kain satu lapis. Masker itu dinilai mengancam keselamatan masyarakat dalam menghadapi pandemi Covid-19. (san)