Perupa Wayan Sujana punya cara sendiri untuk mengenalkan teknik baru pada guru-guru kesenian di Buleleng. Teknik itu diharapkan bisa menginspirasi guru dalam pengembangan proses pembelajaran di kelas.
Eka Prasetya, Buleleng
SEJUMLAH guru seni rupa di Buleleng tampak memadati ruang pertemuan di Kantor Koordinator Wilayah Pendidikan Kecamatan Seririt. Mereka tengah menyimak pemaparan dari perupa Wayan Sujana Klungkung atau yang lebih akrab disapa Suklu.
Pada Sabtu (23/7) pagi kemarin, Suklu tengah memberikan workshop Drawing on Novels atau menggambar pada novel. Sambil berbicara di hadapan para guru, Suklu mengambil sebuah arang. Tangan kanannya kemudian bergerak acak di atas lembaran novel. Sesaat kemudian dia menunjukkan hasilnya. “Saya tidak pernah berpikir serius saat melakukan ini. Jadi saya biarkan mengalir begitu saja. Saya sudah menjalani selama 10 tahun, dan dari sana saya menemukan kecenderungan yang terjadi pada karya-karya saya,” kata Suklu.
Pria yang juga dosen pada Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia (FSRD ISI) Denpasar itu mengatakan, dirinya sengaja datang ke Buleleng untuk menambah wawasan guru kesenian. Utamanya yang memiliki keahlian dalam seni rupa.
Ia menyadari kini banyak guru SMP yang kesulitan mengembangkan bahan pembelajaran di kelas. Menurutnya teknik menggambar di atas novel, bisa menjadi sebuah alternative yang dapat digunakan. “Kami dari kampus melalui LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) memberi pemahaman yang sifatnya eksploratif dan eksperimental, namun tetap mengacu pada local genius di Buleleng,” katanya.
Metode itu juga dapat digunakan sebagai metode penyembuhan diri atau art therapy. Guru dapat mengembangkan teknik tersebut secara lebih luas. Sehingga pola pembelajaran di kelas menjadi lebih eksploratif dan interaktif.
Suklu menuturkan, ide menggambar pada novel sebenarnya sederhana saja. Ia mengajak perupa berhubungan dengan sastrawan melalui karya. Novel sengaja dipilih karena bentuknya yang kecil dan jenis huruf yang menarik secara visual.
Dia berpendapat goresan-goresan yang personal dan subjektif pada novel, membuat karya menjadi lebih menarik. “Karena ada karya sastra dan rupa yang muncul dalam satu lembar itu,” ujarnya.
Sementara itu, salah seorang guru, Made Darmiati mengungkapkan, teknik itu menumbuhkan kreasi yang lebih luas. “Karena lewat goresan-goresan itu bisa menemukan jati diri dan berkreasi menurut isi hati. Kedepan akan saya duplikasi dan kembangkan untuk proses pembelajaran,” kata guru kesenian di SMPN 3 Banjar itu. (*)