SINGARAJA– Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar berjanji segera menuntaskan masalah agraria yang menimpa eks transmigran Timor-Timur. Warga Bali yang sempat eksodus dari Timor-Timur pasca referendum, kini bermukim Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak.
Janji itu dilontarkan Menteri Siti saat melakukan lepas liar lumba-lumba di Teluk Banyuwedang, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, pada Sabtu (3/9) pagi kemarin.
Kunjungannya ke Teluk Banyuwedang didampingi Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Laksmi Dhewanthi, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali R. Agus Budi Santosa, dan Kepala Balai Taman Nasional Bali Barat (TNBB) Agus Ngurah Krisna Kepakisan.
Kepada wartawan, Siti Nurbaya Bakar menyatakan komitmennya untuk menyelesaikan konflik agraria yang melibatkan eks transmigran Timor-Timur. Siti mengklaim dirinya memahami masalah itu, sebab telah bersinggungan dengan hal itu sejak tahun 2001.
Menurutnya masih ada beberapa hal yang harus dibahas lebih detil. Sehingga pihaknya segera memproses surat keputusan yang berisi pelepasan hak terhadap sebagian kawasan hutan produksi di Desa Sumberklampok. “Kami lagi minta supaya didetailkan. Waktu saya jadi Sekjen Depdagri (Departemen Dalam Negeri) tahun 2001, saya tahu persis bagaimana eksodus Tim-Tim ke Bali minta perlindungan. Saya sudah sampaikan bahwa ini utang negara, jadi akan kami bereskan,” janji Siti.
Sementara itu, Ketua Tim Kerja Pengungsi Eks Timor-Timur, Nengah Kisid berharap janji itu benar-benar terealisasi. Sebab warga telah berkali-kali mendengar janji tapi belum juga terealisasi. “Semoga janjinya bisa cepat ditepati. Karena kami sebagai warga negara, berharap ada kepastian terhadap lahan yang kami tempati,” kata Kisid.
Menurutnya Kementerian LHK telah mengirimkan dua tim yang berbeda. Tim pertama disebut tim pendahuluan. Kemudian beberapa waktu lalu KLHK juga mengirimkan tim terpadu. Tapi hingga kini warga tak pernah menerima informasi dan pemberitahuan soal kajian dari kedua tim tersebut.
Kisid mengatakan informasi itu dibutuhkan warga sebagai bentuk kepastian. “Secara administrasi, apa yang dibutuhkan dan diminta KLHK, sudah kami berikan. Kalau memang ada yang kurang, tolong beri kami informasi. Kalau memang butuh waktu lagi, ya butuh berapa lama lagi untuk mengkaji. Supaya ada kepastian,” tukasnya.
Sekadar diketahui saat ini ada 107 kepala keluarga eks transmigran Timor-Timur yang menghuni kawasan hutan produksi di Desa Sumberklampok. Seratusan keluarga itu dulunya merupakan warga Bali. Mereka memutuskan merantau ke Timor-Timur pada era 1980-an.
Tatkala Timor-Timur menyatakan referendum pada 1999, warga Bali di Timor-Timur memilih kembali ke kampung halaman karena alasan keamanan. Sayangnya saat kembali ke kampung halaman, mereka sudah tak memiliki sanak famili maupun aset. Sehingga saat sampai di Bali, mereka menyandang status pengungsi.
Akhirnya pada September 2000 pemerintah menempatkan para pengungsi di kawasan Hutan Produksi Terbatas Desa Sumberklampok. Setelah puluhan tahun menempati kawasan tersebut, para pengungsi eks Tim-Tim tak kunjung mendapat kepastian status hak milik atas lahan tersebut. Mereka pun mendesak pemerintah melakukan proses redistribusi lahan sesuai melalui program Reforma Agraria. (eps)