DENPASAR, Radar Bali-Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) hasil Mahasabha Luar Biasa (MLB) meenggelar acara renungan dalam rangka memperingati setahun Mahasabha Luar Biasa. Renungan itu digelar di Jalan Jl. Sekar Tujung XVIII, Gatot Subroto, Denpasar Timur, Sabtu (1/10/2022).
“Hari ini rangkaian peringatan satu tahun perjuangan dari PHDI hasil Mahasabha Luar Biasa yang tujuan utamanya membersihkan Hindu dari sampradaya,” kata Ketua Umum Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) hasil Mahasabha Luar Biasa (MLB) Marsekal (Purnawirawan) Ida Bagus Putu Dunia.
Lanjut dia, hari renungan ini juga digelar bertepatan dengan hari Kesaktian Pancasila. Dimana perjuangan PHDI pemurnian saat ini adalah bagian dari menegakkan Pancasila, terutama sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Dimana, Tuhan itu adalah Maha Besar dan bukan berbentuk manusia. Kemudian juga Tumpek Wayang. Di situ semua sifat manusia ada di situ. Membersihkan sifat manusia dan dalam kaitannya dengan perjuangan kami adalah mengembalikan , membersihkan semeton umat Hindu yang sudah terlanjur terpapar sampradaya asing untuk kembali kepada Hindu destra Bali, destra Nusantara,” urainya.
Dia juga mengaku saat ini sangat bersyukur karena beberapa hal. Dimana saat ini perjuangan pemurnian Hindu destra Bali masih bisa eksist dan berlanjut. Pihaknya juga mengklaim telah berhasil mengedukasi, membuat masyarakat di Bali sadar terkait keberadaan sampradaya asing di Bali.
Lalu berikutnya, pihaknya juga bersyukur bahwa tim hukum PHDI hasil Mahasabha Luar Biasa akan melanjutkan proses gugatan ke pengadilan terkait keabsahan Mahasabha ke 12 PHDI.
“Kami bersyukur karena Semeton pengurus dan masyarakat terus bergerak membina umat dengan melaksanakan kegiatan dresta Bali. Kami ingin merenung sekaligus konsolidasi untuk mengkaji langkah-langkah efektif ke depan. Kami juga menganalisa tindakan para pihak, baik oknum pemerintah maupun tokoh politik yang kelihatannya tidak bersuara. Kemudian ada yang cendrung berpihak pada sampradaya,” terangnya.
Padahal, lanjut dia dimana dalam kesehariannya oknum-oknum itu menjalankan ajaran Hindu dharma dresta Bali. Putu Dunia juga mengakui bahwa salah satu tantangan serius yang perlu dilakukan oleh pihaknya adalah menemukan
cara yang efektif untuk meredam pengaruh sampradaya itu sendiri. Dimana saat ini, materi-materi pelajaran agama Hindu di sekolah-sekolah diduga telah disusupi oleh aliran sampradaya.
Ditegaskannya, pihaknya juga tidak menyetujui penyebutan Hindu Nusantara yang dimana maknanya masih ambigu. “Yang pertama, seperti penyebutan Hindu kolaborasi. Yang jelas kami tidak menyetujui itu. Kemudian ada moderasi hindu, kami juga tidak setuju. Termasuk istilah Hindu Nusantara. Apa makna Hindu Nusantara sebenarnya?.
Paling tidak yang saya pahami ada tiga apa itu Nusantara. Yang pertama Nusantara sama dengan NKRI. Yang kedua ada pemahaman Nusantara adalah wilayah kepulauan di antara Asia dan Australia termasuk semenanjung Malaysia. Itu dalam perkembangan politik. Kemudian yang ketiga ada paham Nusantara itu, kepulauan antara Asia dan Australia termasuk semenanjung Malaysia, Singapore, Brunei dan Philipina selatan,” urainya.
Dia pun mengkhawatirkan bahwa penyebutan Hindu Nusantara itu hanya upaya pengelabuhan yang dilakukan oleh sampradaya asing. Namun lain halnya jika penyebutan Hindu Nusantara itu bermakna NKRI. Artinya Hindu yang memang berkembang dan ada di negara kesatuan republik Indonesia tanpa adanya pengaruh dari luar seperti sampradaya asing.
“Saya ingin mengajak kepada teman-teman bahwa perjuangan kita sudah benar dan harus berlanjut, apa pun tantangannya,” tandasnya.
Sementara itu, kegiatan peringatan satu tahun Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) hasil Mahasabha Luar Biasa (MLB) itu juga dihadiri oleh pengurus PHDI Pusat, PHDI Provinsi dan pengurus PHDI kabupaten kota se-Bali. (mar/han)