OLEH:
Dodi Irawanto, PhD
Akademisi FEB Universitas Brawijaya
MOMEN International Tourism Leaders Summit 2022 menjadi momen deklarasi bagi wajah baru Bali di era pasca Pandemi Covid 19, dimana wakil gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace) menyampaikan pandangan bahwa Bali harus berubah dengan harmonisasi tatanan kehidupan holistik.
Tentu kita ingat, pada saat pariwisata Bali mati karena Covid-19, sektor yang pernah ditinggalkan yakni sektor pertanian menjadi satu-satunya kontribusi utama para pelaku wisata untuk menyambung hidup.
Dalam dimensi kehidupan holistik ketiga, menurut Cok Ace yakni kesiapan dalam menghadapi tantangan baru, masyarakat Bali dituntut untuk dapat menjaga warisan kebudayaan yang dapat membangun perekonomian Bali melalui sektor pertanian.
Gerakan ini diinisiasi tentu tidak hanya dengan asumsi belaka. Di dalam data BPS sejak 2017 sampai dengan 2021, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan masih menduduki peringkat kedua sebagai pilar penyangga struktur ekonomi Bali setelah sektor pariwisata.
Merespons dinamika ekonomi nasional dan global pada masa pemulihan sektor pariwisata di Bali yang masih dipenuhi ketidakpastian, menjadi sangat wajar jika Cok Ace mencanangkan gerakan tersebut.
Optimisme kebangkitan sektor pariwisata ditandai dengan peningkatan jumlah wisnus dan wisman yang cukup tinggi peningkatannya, dan data riset Bank Indonesia (BI) wilayah Bali tahun 2022 pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada pada rentang 3,80% sampai dengan 4,60% (yoy).
Hal ini sejalan dengan pemulihan kunjungan wisman-wisnus di tengah momentum pemulihan ekonomi dan recovery dari pandemik.
Sementara tahun 2023, ekonomi Bali diperkirakan tumbuh 5,70% sampai dengan 6,50% (yoy). Rentang pertumbuhan ekonomi ini tentu menjadi sebuah prospek yang positif untuk kebangkitan Bali sepenuhnya.
Dan sudah seyogyanya untuk mencapai ini tidak hanya sektor pariwisata saja yang harus dijaga stabilitasnya di masa ketidakpastian ini, namun sektor pertanian sebagai sektor kedua penyumbang PDRB Bali yang sudah terbukti memberikan sumbang asih pada stabilitas ekonomi di Bali juga harus dijaga.
Fakta masih banyaknya industri pariwisata yang belum bergerak normal, misal sektor perhotelan non bintang masih banyak yang belum dapat beroperasi normal.
Namun, komitmen pemilik hotel dan karyawan, seperti mengaktifkan karyawan beberapa hari dalam seminggu sehingga karyawan masih dapat bekerja di sektor pertanian maupun UMKM di hari lain misalnya, akan mempercepat pencapaian harmonisasi ini.
Ini selaras dengan pencanangan gerakan Ekonomi Kerthi Bali oleh Pemprov Bali, di mana sektor pariwisata dalam arti luas juga menjadi salah satu sektor fundamental yang harus diperkuat bersama dengan sektor pariwisata sebagai pilar utamanya.
Perubahan orientasi mass tourism ke quality tourism juga harus teralisasi dengan cepat, sebagai contoh salah satu desa binaan Bank Indonesia yakni Desa Panglipuran yang dalam level pemberdayaan sudah sangat holistik melibatkan lintas sektor sehingga sektor pertanian di sekitar desa ini juga menggeliat.
Perkembangan ekonomi tidak lepas dari upaya menjaga tingkat inflasi memang tidak bisa dikerjakan oleh satu pihak saja. Bank Indonesia secara tidak langsung juga terlibat aktif dalam gerakan-gerakan proaktif dengan Pemda. Salah satunya seperti penggunaan dana CSR dalam upaya menahan laju inflasi komoditas pertanian penting seperti cabai, BI hadir memberikan bibit dan didukung oleh instansi terkait.
Model-model pemberdayaan seperti inilah yang mampu mempercepat gerakan harmonisasi ini. Merespons prediksi founder dari MarkPlus Tourism bahwa kedepan pasca Pandemic akan terjadi pergesaran perilaku turis tidak lagi dalam hal kuantitas tapi kualitas.
Untuk itulah dengan gerakan menuju Pereode Bali Era Baru ini diharapkan kolaborasi serta program kerja antar sektor agar pariwisata terjaga keberlanjutanya dan juga sektor penyangga nya lebih kuat sehingga fundamental ekonomi dalam pertumbuhan ekonomi di Bali terjaga dengan baik. (mar/han)