25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 8:22 AM WIB

Janda Bom Bali 1 Ni Luh Erniati: Berjuang Buka Usaha Konveksi Demi Sekolahkan Anak

DENPASAR – Luka trauma itu masih membekas dalam ingatan Ni Luh Erniati, salah seorang janda tragedi Bom Bali 1 yang terus bertahan hidup. Dan, 20 tahun tragedi Bom Bali berlalu, 12 Oktober 2002 sekitar 23.00  Ni Luh Erniati  menjanda karena  Suaminya, Gede Badrawan menjadi korban peristiwa tragis tersebut.

Sejak saat bom meledak dan meluluhlantakan  tempat kerja suaminya Sari Club. Ia tidak mengetahui kabar suaminya. Relawan dan petugas tidak berhasil menemukan Gede Badrawan. Entah masih hidup atau sudah meninggal.

Ia hanya bisa menunggu kepastian. Tidak ada informasi tentang suaminya.   Berharap mukjizat datang bahwa  suaminya masih hidup. Namun, harapan hanya sekadar harapan dan kenyataan pahit harus diterima. Akhirnya dia mendapat telepon  dari tim forensik empat bulan kemudian. Dokter mengabarkan  bahwa suaminya  berhasil diidentifikasi.  Kondisi jasadnya tidak utuh lagi.

“Dokter menelepon saya. Saya tidak bisa ngomong apa. Hanya diam dan satu kata hanya bisa saya ucapkan  bagaimana kondisi suami saya dok,” ucapnya meniru perkataannya 20 tahun lalu.

Sejatinya, dia dan suaminya  dipertemukan di Sari Club. Mereka sama-sama bekerja di tempat hiburan malam itu. Setelah menikah Erni pindah kerja  karena tidak izinkan suami istri bekerja dalam satu tempat.

Saat kejadian tersebut dia memang mendengar ada ledakan. Sebab, dia indekos di Tuban yang tidak jauh dari tempat peristiwa itu. Ia tidak percaya yang meledak itu bom. Namun, nyatanya Tempat kerja suaminya luluh lantak dan tentu juga menjadi salah satu korban. ” Saya pikir ledakan gardu, saya dengar  terus teman kos di samping yang mengatakan kalau yang meledak bom,” tutur Wanita berusia 50 tahun ini saat ditemui di tempat usahanya di Denpasar kemarin (10/10).

Tanpa suami Erni harus menanggung  kedua putranya seorang diri. Saat itu anak-anaknya masih kecil. Anak pertama berusia 9 tahun dan anak kedua baru 1.5 tahun. Diakuinya anak yang pertama syok dan membuat anaknya menjadi pendiam. ” Anak saya yang pertama orangnya pendiam saat itu jadi  tambah pendiam,” terangnya.

Sedangkan yang paling menyedihkan anak kedua yang belum mengerti. Dan tentunya belum mengenal ayahnya. Erniati merasa sedih ketika anak nomor dua  waktu kecil sangat senang dengan lelaki dewasa. ” Saya sengaja meminta pamannya untuk menggendong dia. Sangat senang sekali. Sedih saya melihatnya,” tuturnya.

Setahun setelah kejadian, Erni bersama empat janda  Bom Bali dibantu oleh orang dari Australia untuk membuka usaha. Mereka membangun usaha konveksi berlokasi di Pemogan.  Kendati tidak mengerti menjahit dan jenis -jenis kain dia tidak ada pilihan. Seiring berjalan waktu  pada tahun 2017 dia memilih membangun usaha konveksi sendiri yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. “Saya sendiri harus berjuang mengatasi trauma dan berjuang mencari nafkah supaya bisa menyampai seperti ini,” ucapnya.

Erni memproduksi  pakaian seperti celana panjang, kaos, dress (terusan ) yang dikirim ke Australia. Sekali pengiriman sekitar 100 buah. ” Bahkan lebih, bisa 200 dan 300,” ungkap Wanita asal Buleleng ini.

Selain sebagai pengusaha  dia disibukkan menjadi Ketua Umum Yayasan Penyintas Indonesia (YPI) yang merupakan kumpulan  korban terorisme di seluruh Indonesia. Misi YPI  adalah menyampaikan perdamaian supaya tidak terjadi lagi tindakan terorisme. Dengan tergabungnya di YPI juga sebagai bentuk pengobatan diri. Saling membantu satu sama lain sesama korban. ” Kita harus move on tidak boleh bersedih terus. Mengubah dari korban jadi penyintas. Hidup terus berjalan,” ucapnya

Menariknya Erniati pernah diundang di ke Tokyo, Jepang untuk menjalankan misi perdamaian. Yayasan Penyintas Indonesia (YPI) melalui perwakilan dari Bali yaitu Ni Luh Erniati, istri korban Bom Bali 1, menjadi salah satu peserta diskusi aktif dalam Pertemuan Eksplorasi Mengembangkan Buku di Pusat Penanggulangan Terorisme PBB (UNCCT),Jepang.

Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan Buku Pegangan Praktik yang Baik untuk Membantu, Melindungi dan Mendukung Korban Terorisme serta bimbingan yang lebih besar kepada masyarakat.  (ni kadek novi febriani/rid)

 

DENPASAR – Luka trauma itu masih membekas dalam ingatan Ni Luh Erniati, salah seorang janda tragedi Bom Bali 1 yang terus bertahan hidup. Dan, 20 tahun tragedi Bom Bali berlalu, 12 Oktober 2002 sekitar 23.00  Ni Luh Erniati  menjanda karena  Suaminya, Gede Badrawan menjadi korban peristiwa tragis tersebut.

Sejak saat bom meledak dan meluluhlantakan  tempat kerja suaminya Sari Club. Ia tidak mengetahui kabar suaminya. Relawan dan petugas tidak berhasil menemukan Gede Badrawan. Entah masih hidup atau sudah meninggal.

Ia hanya bisa menunggu kepastian. Tidak ada informasi tentang suaminya.   Berharap mukjizat datang bahwa  suaminya masih hidup. Namun, harapan hanya sekadar harapan dan kenyataan pahit harus diterima. Akhirnya dia mendapat telepon  dari tim forensik empat bulan kemudian. Dokter mengabarkan  bahwa suaminya  berhasil diidentifikasi.  Kondisi jasadnya tidak utuh lagi.

“Dokter menelepon saya. Saya tidak bisa ngomong apa. Hanya diam dan satu kata hanya bisa saya ucapkan  bagaimana kondisi suami saya dok,” ucapnya meniru perkataannya 20 tahun lalu.

Sejatinya, dia dan suaminya  dipertemukan di Sari Club. Mereka sama-sama bekerja di tempat hiburan malam itu. Setelah menikah Erni pindah kerja  karena tidak izinkan suami istri bekerja dalam satu tempat.

Saat kejadian tersebut dia memang mendengar ada ledakan. Sebab, dia indekos di Tuban yang tidak jauh dari tempat peristiwa itu. Ia tidak percaya yang meledak itu bom. Namun, nyatanya Tempat kerja suaminya luluh lantak dan tentu juga menjadi salah satu korban. ” Saya pikir ledakan gardu, saya dengar  terus teman kos di samping yang mengatakan kalau yang meledak bom,” tutur Wanita berusia 50 tahun ini saat ditemui di tempat usahanya di Denpasar kemarin (10/10).

Tanpa suami Erni harus menanggung  kedua putranya seorang diri. Saat itu anak-anaknya masih kecil. Anak pertama berusia 9 tahun dan anak kedua baru 1.5 tahun. Diakuinya anak yang pertama syok dan membuat anaknya menjadi pendiam. ” Anak saya yang pertama orangnya pendiam saat itu jadi  tambah pendiam,” terangnya.

Sedangkan yang paling menyedihkan anak kedua yang belum mengerti. Dan tentunya belum mengenal ayahnya. Erniati merasa sedih ketika anak nomor dua  waktu kecil sangat senang dengan lelaki dewasa. ” Saya sengaja meminta pamannya untuk menggendong dia. Sangat senang sekali. Sedih saya melihatnya,” tuturnya.

Setahun setelah kejadian, Erni bersama empat janda  Bom Bali dibantu oleh orang dari Australia untuk membuka usaha. Mereka membangun usaha konveksi berlokasi di Pemogan.  Kendati tidak mengerti menjahit dan jenis -jenis kain dia tidak ada pilihan. Seiring berjalan waktu  pada tahun 2017 dia memilih membangun usaha konveksi sendiri yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. “Saya sendiri harus berjuang mengatasi trauma dan berjuang mencari nafkah supaya bisa menyampai seperti ini,” ucapnya.

Erni memproduksi  pakaian seperti celana panjang, kaos, dress (terusan ) yang dikirim ke Australia. Sekali pengiriman sekitar 100 buah. ” Bahkan lebih, bisa 200 dan 300,” ungkap Wanita asal Buleleng ini.

Selain sebagai pengusaha  dia disibukkan menjadi Ketua Umum Yayasan Penyintas Indonesia (YPI) yang merupakan kumpulan  korban terorisme di seluruh Indonesia. Misi YPI  adalah menyampaikan perdamaian supaya tidak terjadi lagi tindakan terorisme. Dengan tergabungnya di YPI juga sebagai bentuk pengobatan diri. Saling membantu satu sama lain sesama korban. ” Kita harus move on tidak boleh bersedih terus. Mengubah dari korban jadi penyintas. Hidup terus berjalan,” ucapnya

Menariknya Erniati pernah diundang di ke Tokyo, Jepang untuk menjalankan misi perdamaian. Yayasan Penyintas Indonesia (YPI) melalui perwakilan dari Bali yaitu Ni Luh Erniati, istri korban Bom Bali 1, menjadi salah satu peserta diskusi aktif dalam Pertemuan Eksplorasi Mengembangkan Buku di Pusat Penanggulangan Terorisme PBB (UNCCT),Jepang.

Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan Buku Pegangan Praktik yang Baik untuk Membantu, Melindungi dan Mendukung Korban Terorisme serta bimbingan yang lebih besar kepada masyarakat.  (ni kadek novi febriani/rid)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/