DENPASAR– Di dalam dunia sastrawan nama maestro Anak Agung Nyoman Panji Tisna sudah tidak asing lagi. Bahkan sastrawan asal Bali Utara, Buleleng, ini juga sebagai pencetus pariwisata Buleleng. Sebab, Panji sebagai perintis Lovina dan orang pertama membangun hotel serta restoran di Buleleng. Jejak perjalanan Panji Tisna dalam acara Tribute To Maestro Panji Tisna di acara Festival Seni Bali Jani IV, Kamis (13/10) di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya (Art Centre) Bali.
Pergelaran Tribute To Panji Tisna ini merupakan pergelaran mengenang sastrawan nasional kelahiran Buleleng, yang bernuansa multikultural. Materi acara dikemas dengan mengenal sosok Panji Tisna melalui dokumentasi historis.
Bincang pandang tentang sosok Panji Tisna. Kemudian pembacaan puisi tentang Panji Tisna yang ditulis penyair Bali, dan juga performance. Narasumber dialog penghormatan kepada maestro Panji Tisna yaitu Wayan Artika yang merupakan sastrawan menerangkan,
Panji Tisna tidak dikenal bukan lagi sebatas pengarang dan sastrawan, namun pada pariwisata Bali. Panji Astika meninggalkan puri ingin dekat dengan masyarakat dan berkebun jeruk sambil mendalami bahasa dan pengetahuannya waktu itu. “Beliau juga merintis bioskop di Bali utara, dan tidak kalah penting mengembangkan destinasi kecil di wilayah Kaliasem. Beliau membangun penginapan pertamanan dan resto pertama di Buleleng yang bernama Puri Tasikmadu, itu sayangnya runtuh, tapi 0 Kilometer Lovina masih ditemui,” tegas Astika, pada kesempatan tersebut.
Ia juga menambahkan dalam Festival Seni Bali Jani ini harus dibuka lembaran baru, dan cara pandang maestro yang dikenal sastrawan juga sosok tokoh pariwisata. Salah satunya perintis daerah pariwisata Pantai Lovina dan dolphin ikon khasnya, ternyata Lovina sebuah nama wilayah kecil awalnya, tetapi sekarang juga sudah menjadi merek dagang, meluas
hampir sampai ke Seririt. “Saya juga tengah membangun museum beliau, literatur sedang kami kembangkan petanya. Bali, Buleleng khususnya tidak pariwisata budaya, pariwisata alam, tapi kami mengembangkan menjadi destinasi baru, yaitu destinasi pariwisata sastra,”tandas Artika.
Sementara pada kesempatan tersebut Guru Besar Universitas Negeri Malang, Prof. Dr. Djoko Saryono, menjelaskan karya Anak Agung Panji Tisna bukan dari sekadar dari novelnya saja. Pasalnya dalam novel karyanya itu ada ekspresi dan fleksibilitas lokal dan
mengusung kebudayaan lokal Bali ke halaman depan sastra Indonesia. “Karya-karya Anak Agung Panji Tisna adanya lokalitas sastra Indonesia, yang menyelamatkan modalitas sastra di Indonesia. Seperti Swasta Setahun di Bedahulu, hingga Sukreni Gadis Bali,” paparnya.
Kata dia, hadirnya novel-novel Panji Tisna tentu pengarang lain memberikan warna dan kultur sastra Indonesia, dan menumbuhkan multikulturalisme. Pelaksanaan Festival Seni Bali Jani IV tahun ini sudah seharusnya diakui berkat karya sastra Anak Agung Panji
Tisna dapat ditempatkan sebagai pengarah klasik sastra Indonesia. “Sastra Indonesia berutang budi pada karya – karya Panji Tisna sebagai salah satu tonggak sastra Indonesia.
Selalu kita ingat, selalu kami dan merenungkan kembali agar kita tahu bagaimana perjalanannya,” terangnya.
Untuk diketahui, Anak Agung Nyoman Panji Tisna atau yang lebih dikenal Panji Tisna merupakan kelahiran Buleleng pada tanggal 11 Februari 1908, dan meninggal pada usianya di 70 tahun saat 2 Juni 1978 silam. Panji Tisna juga merupakan anak ketiga dari lima bersaudara, dan ayahnya adalah Raja Buleleng X, Anak Agung Jelantik.
Sementara pada tahun 1947 Panji Tisna turun dari tahta kerajaannya karena permasalahan yang ada waktu itu. Sehingga tahtanya itu digantikan oleh adiknya yang bernama Anak Agung Ngurah Ketut Jelantik, atau dikenal Gusti Ketut Jelantik. Selain sebagai sastrawan,
Panji Tisna juga seorang tokoh perintis pariwisata Bali, yakni di pantai Bali utara, sehingga diakui sebagai Bapak Pariwisata Bali. (dwija putra)