POLISI mengamankan seorang wanita bercadar yang menerobos Istana Negara dan menodongkan senjata api ke arah Paspampres. Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 07.00 WIB, Selasa (25/10).
Saat ini perempuan misterius tersebut sudah diamankan ke Polda Metro Jaya untuk diperiksa lebih lanjut. Polisi juga mengamankan barang bukti berupa satu senjata api (senpi) jenis FN, satu tas hitam berisi kitab suci, dompet kosong warna pink, dan juga satu unit handphone.
”Betul tadi di dekat Istana di Merdeka Utara. Tadi kita kan dari anggota bilang, dia bawa senjata todongkan ke Paspampres langsung sama anggota direbut, sama anggota Lantas,” ujar Dirlantas Polda Metro Jaya Kombespol Latif Usman kepada wartawan, Selasa (25/10).
Wanita yang mencoba menerobos Istana Negara dan sempat menodongkan senjata api ke Paspampres itu sempat meronta saat coba diamankan petugas. “Tidak ada kata-kata yang diucapkan, pada saat diamankan oleh anggota Paspampres dan kemudian bersama-sama dengan anggota lalin, yang bersangkutan sedikit meronta, tapi bisa dilumpuhkan,” kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran kepada wartawan, Selasa (24/10).
Di tempat terpisah, pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel angkat bicara. ”Dulu Mabes Polri, sekarang Istana yang akan dibobol,” ujar pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel.
Sepintas, menurut dia, kejadian itu seperti misi pembunuhan. Targetnya adalah menembak aparat. Tapi boleh jadi tujuan puncaknya adalah dia justru ingin ditembak. ”Jadi misi bunuh diri. Dan dia pinjam tangan polisi. Istilahnya, suicide by cop (SbC),” papar Reza.
Apakah polisi adalah target sesungguhnya atau sebatas target pengganti? Reza menjelaskan, jika kesumatnya tertuju eksklusif pada polisi, apalagi tanpa alasan spesifik, ini dikategorikan sebagai kejahatan serius. Yakni hate crime.
Namun sebaliknya, lanjut dia, kalau misi sesungguhnya adalah bunuh diri, pelaku justru perlu disikapi dengan penuh empati sebagai orang yang sejatinya membutuhkan bantuan.
Apalagi, berdasar studi, lebih dari separo para pelaku adalah pengidap mental illness. ”Walau begitu, petugas tetap perlu punya kewaspadaan sekaligus ketenangan tingkat tinggi. Pertanyaannya, andai benar bahwa ini adalah SbC dan pelaku adalah orang yang sedang bermasalah berat, apakah sepatutnya direhabilitasi atau tetap dihukum saja?” ucap Reza. (jpg)