25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:18 AM WIB

Gudang Beras Oplosan Digerebek, Penggilingan Padi Tutup Sementara

RadarBali.com – Penggerebekan gudang beras yang diduga oplosan oleh Mabes Polri, dampaknya terasa hingga daerah.

Sejumlah petani, penebas hingga pengusaha penggilingan padi di Jembrana mengaku sangat dirugikan. Bahkan, beberapa perusahaan penggilingan padi juga menutup sementara usahanya.

Menurut salah seorang petani, dampak dari penggerebekan gudang beras oleh Mabes Polri itu dirasakan sejak tiga hari terakhir.

Petani tidak bisa menjual padinya karena takut ditangkap polisi, karena membeli padi tidak sesuai dengan harga yang ditentukan pemerintah.

“Penggerebekan itu bikin harga padi di daerah kacau,” kata Ketut Sujana,40, petani yang juga penebas padi dari Banjar Baluk II, Desa Baluk, Kamis (27/7).

Sebagai penebas, Sujana juga tidak bisa menjual padinya ke penggepul  atau pabrik penggilingan padi. Karena sejumlah pabrik penggilingan membatasi membeli padi, bahkan ada yang menutup sementara pabriknya.

“Akibatnya petani yang dirugikan,” ungkapnya. Menurut Made Hartawan, salah seorang pengusaha penggelingan padi di Jembrana, saat penggerebekan oleh Mabes Polri terkait dengan dugaan beras oplosan memang merembet hingga ke daerah.

“Dampaknya memang ada,” ujarnya. Rentetan dari penggerebekan itu mengenai peraturan Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan kebijakan baru terkait Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras Rp 9.000 per kg dan harga gabah dari petani Rp 3700 per kg.

Hartawan menilai dalam aturan ini tidak jelas kualitas beras yang harus sesuai dengan HET. Misalnya, beras premium yang dihargai Rp 9000 per kg, maka beras medium yang dijual oleh para pengusaha penggilingan padi di Jembrana harganya akan turun.

Apabila menjual di atas HET akan bermasalah. Padahal petani dan pengusaha sudah terbiasa jual beli beras dan padi sesuai dengan harga pasar.

Harga gabah kering panen Rp 4.300-Rp 4.400. Sedangkan harga gabah yang medium Rp 8.500- Rp 8.700.

“Jadi, karena aturan itu ketakutan kita. Kalau beli harga gabah mahal sesuai dengan harga pasar, otomatis rugi. Jadi kita menunggu kejelasan dari pemerintah mengenai aturan HET ini,” jelasnya.

Dampak lain penggerebekan itu beberapa pengusaha penggilingan padi dirinya membatasi pembelian padi. Bahkan ada yang tutup sementara sampai ada kepastian hukum.

“Selama dua hari, tutup sementara sambil menunggu kepastian hukum. Takutnya bermasalah juga karena jual di atas HET,” ungkapnya.

Hartawan menambahkan Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesiaa (Perpadi) Jembrana sudah berkoordinasi dengan Polres Jembrana mengenai penegakan aturan HET tersebut, sehingga penggilingan padi sudah bisa beroperasi normal.

“Tadi sudah ada koordinasi, suruh kerja seperti biasa, Karena kalau tidak masalah. Kemarin sampai membatasi gabah dan menutup sementara karena ketakutan kita saja,” ujarnya.

RadarBali.com – Penggerebekan gudang beras yang diduga oplosan oleh Mabes Polri, dampaknya terasa hingga daerah.

Sejumlah petani, penebas hingga pengusaha penggilingan padi di Jembrana mengaku sangat dirugikan. Bahkan, beberapa perusahaan penggilingan padi juga menutup sementara usahanya.

Menurut salah seorang petani, dampak dari penggerebekan gudang beras oleh Mabes Polri itu dirasakan sejak tiga hari terakhir.

Petani tidak bisa menjual padinya karena takut ditangkap polisi, karena membeli padi tidak sesuai dengan harga yang ditentukan pemerintah.

“Penggerebekan itu bikin harga padi di daerah kacau,” kata Ketut Sujana,40, petani yang juga penebas padi dari Banjar Baluk II, Desa Baluk, Kamis (27/7).

Sebagai penebas, Sujana juga tidak bisa menjual padinya ke penggepul  atau pabrik penggilingan padi. Karena sejumlah pabrik penggilingan membatasi membeli padi, bahkan ada yang menutup sementara pabriknya.

“Akibatnya petani yang dirugikan,” ungkapnya. Menurut Made Hartawan, salah seorang pengusaha penggelingan padi di Jembrana, saat penggerebekan oleh Mabes Polri terkait dengan dugaan beras oplosan memang merembet hingga ke daerah.

“Dampaknya memang ada,” ujarnya. Rentetan dari penggerebekan itu mengenai peraturan Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan kebijakan baru terkait Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras Rp 9.000 per kg dan harga gabah dari petani Rp 3700 per kg.

Hartawan menilai dalam aturan ini tidak jelas kualitas beras yang harus sesuai dengan HET. Misalnya, beras premium yang dihargai Rp 9000 per kg, maka beras medium yang dijual oleh para pengusaha penggilingan padi di Jembrana harganya akan turun.

Apabila menjual di atas HET akan bermasalah. Padahal petani dan pengusaha sudah terbiasa jual beli beras dan padi sesuai dengan harga pasar.

Harga gabah kering panen Rp 4.300-Rp 4.400. Sedangkan harga gabah yang medium Rp 8.500- Rp 8.700.

“Jadi, karena aturan itu ketakutan kita. Kalau beli harga gabah mahal sesuai dengan harga pasar, otomatis rugi. Jadi kita menunggu kejelasan dari pemerintah mengenai aturan HET ini,” jelasnya.

Dampak lain penggerebekan itu beberapa pengusaha penggilingan padi dirinya membatasi pembelian padi. Bahkan ada yang tutup sementara sampai ada kepastian hukum.

“Selama dua hari, tutup sementara sambil menunggu kepastian hukum. Takutnya bermasalah juga karena jual di atas HET,” ungkapnya.

Hartawan menambahkan Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesiaa (Perpadi) Jembrana sudah berkoordinasi dengan Polres Jembrana mengenai penegakan aturan HET tersebut, sehingga penggilingan padi sudah bisa beroperasi normal.

“Tadi sudah ada koordinasi, suruh kerja seperti biasa, Karena kalau tidak masalah. Kemarin sampai membatasi gabah dan menutup sementara karena ketakutan kita saja,” ujarnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/