DENPASAR – Kampanye belum juga dimulai. Namun, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bali sudah panen temuan pelanggaran di lapangan.
Bawaslu mencatat sudah ada empat kasus besar pelanggaran di daerah Jembrana, Bangli, Buleleng dan Denpasar.
Celakanya pelanggaran itu kebanyakan dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN), perbekel (kepala desa) dan lurah yang digaji dari uang rakyat.
Ketua Bawaslu Provinsi Bali Ketut Rudia menjelaskan, pelanggaran yang ditemukan keterlibatan ASN dan perbekel dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh bakal paslon sebelum mendaftar di KPUD Bali.
Seperti di Kabupaten Jembrana, ada ASN dan perbekel yang hadir pada saat deklarasi salah satu bakal paslon.
“Kami sudah klarifikasi di Jembrana. Hasilnya sudah kami teruskan ke intansi atasanya yang menaungi (bupati, Red),” terang Rudia dikonfirmasi kemarin (15/1).
Pelanggaran berat terjadi di Kabupaten Bangli. Di Bumi Sejuk itu justru pelanggaran dilakukan penyelenggara, yaitu PPS atau Panitia Pemungutan Suara.
Seorang PPS di Bangli ini tergolong berani dan nekat. Betapa tidak, yang bersangkutan foto bersama dengan sekaha kemudian foto itu dicetak menjadi baliho yang berisi paslon.
Baliho itu selanjutnya dipasang di sejumlah titik di ruang publik di Kelurahan Bebalang, Kecamatan Bangli.
Setelah dilakukan penyelidikan dan klarifikasi, akhirnya PPS tersebut direkomendasikan untuk diberhentikan dari jabatannya.
“PPS di Bangli terbukti berfoto yang di pasang menjadi baliho yang berisi bakal pasangan calon. Karena terbukti kami merekomendasikan pada KPUD Bali agar memberhentikan yang bersangkutan,” tegasnya.
Sementara di Kabupaten Buleleng ada perbekel dan ASN yang diduga tidak netral. Pelanggaran serupa terjadi di Kota Denpasar, yakni seorang lurah yang diduga tidak netral.
“Semua peristiwa di atas terjadi sebelum pendaftaran bakal paslon. Kami sudah menegaskan bahwa ASN, perbekel dan perangkat desa/kelurahan harus netral sebelum, selama dan sesudah tahapan,” tandas mantan wartawan itu