RadarBali.com – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Bali menggelar pertemuan dengan rektor perguruan tinggi se-Bali Jumat kemarin (28/7).
Isu yang diangkat adalah membebaskan dunia pendidikan dari praktek malaadministrasi. Tapi, sayangnya tidak ada satupun rektor yang datang.
Dari 13 perguruan tinggi yang diundang hanya lima yang hadir itupun diwakilkan. “Kami sangat menyayangkan sekali. Teman-teman rektor tidak ada yang hadir. Ini tidak penting atau bagaimana. Untuk yang hadir saya titip salam tolong hargai undangan Ombudsman,” Ucap Umar Alkhatab Kepala ORI Bali saat membuka acara Coffee Morning di Kantor ORI Perwakilan Bali.
Dalam acara tersebut yang hadir dari Kepala Biro Umum Universitas Udayana Ketut Amoga Sidi; Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Mahendradatta, I Ketut Merta; Dekan FISIP Universitas Pendidikan Nasional Bali, I Nyoman Subanda; Wakil Rektor III IKIP PGRI Bali I Wayan Citrawan dan terakhir I Wayan Ariasa, Kepala Biro AAKPSI mewakili rektor Universitas Pendidikan Ganesha.
Dalam acara tersebut Umar mengatakan bahwa keberadaan perguruan tinggi di Bali kurang mau merespon kejadian-kejadian sosial .
Dia menyebutkan perguruan tinggi seperti menara gading yang tidak bisa tersentuh. Padahal, masyarakat membutuhkan sumber pengetahuan, sehingga masyarakat sendiri sering mengambil sumber dari media sosial.
“Publik kehilangan sumber pengetahuan, publik hanya mendapat dari media sosial. Masyarakat juga butuh semacam sumber pengetahuan yang jernih,” ujarnya.
Tidak hanya itu, perguruan tinggi juga termasuk pelayanan publik sehingga ORI menyarankan agar perguruan tinggi memiliki unit pelayanan aduan.
Menurutnya, setiap pelayanan publik wajib memilik layanan pengaduan. Agar mahasiswa atau masyarakat mudah jika ingin melapor, sehingga permasalahan yang terjadi bisa dikelola oleh perguruan tinggi itu sendiri.
Untuk mengadakan unit pengaduan direspon baik oleh semua perwakilan perguruan tinggi. Salah satunya dari perwakilan Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas).
Nyoman Subanda mengatakan bahwa di perguruan tingginya mengajar sudah memiliki Lembaga Penjaminan Mutu (LPM).
“Kami tinggal mengoptimalkan saja. Kami punya lembaga penjaminan mutu, ada yang tugas evaluasi, akreditasi dan merespon saran publik,” ungkapnya.
Menurutnya, untuk masalah transparansi, Undiknas sudah melakukannya. Bahkan, sampai nilai-nilai mahasiswa pun dikirim ke para orang tua mahasiswa.
Tidak hanya itu, I Wayan Citrawan mengatakan di IKIP PGRI Bali sudah memiliki unit pelayanan pengaduan, namun hanya sebatas kotak saran.
Itu pun diakuinya sedikit mahasiswa yang mau mengisi karena ada mahasiswa yang langsung melapor ke rektor atau ke dosennya langsung.
Dan dirasanya kotak saran itu menjadi kurang efektif. “Bagus dan positif. Pengaduan di kotak saran. Kadang-kadang efektif kadang-kadang langsung pengaduan ke rektor. Pengaduan minim. Umumnya pengaduan tentang perkuliahan,” tandas Citrawan.