NEGARA – Penangkapan enam truk yang membawa material batu, tanah dan pasir oleh Polres Jembrana, Rabu (10/1) lalu berbuntut panjang.
Polisi menduga praktik pungutan liar (pungli) yang dilakukan perangkat banjar terhadap para sopir truk yang membawa
material dari sungai Banjar Adat Biluk Poh, Kelurahan Tegal Cangkring, Kecamatan Mendoyo dilakukan secara terencana.
Menurut Ketua Tim Tindak Saber Pungli Jembrana Ipda I Made Pasek, penangkapan Ketua Pecalang Banjar Bilok Poh I Nengah Swiarta, membuka fakta pungli dilakukan terencana.
Ipda Pasek menyebut, sebelum pungli dilakukan ada rapat di rumah I Nyoman Garmika selaku klian pemucuk Banjar Adat Biluk Poh, Jumat (5/1).
Rapat tersebut dihadiri klian adat I Made Widi Wiradnya, Ketua LPM Kelurahan Tegal Cangkring I Made Susila Diatmika, Bendahara Banjar Adat Biluk Poh I Wayan Widana dan dua orang juru arah Lanag Putra Yasa dan Dek Apung.
Dalam rapat tersebut diputuskan untuk memungut uang terhadap setiap truk yang menambang material di Banjar Biluk Poh sebesar Rp 15 ribu.
Swiarta sebagai ketua pecalang yang melakukan pungutan mendapat bagian 25 persen dari hasil pungutan.
Sisanya 75 persen hasil pungutan diserahkan pada bendahara banjar yang nantinya uang digunakan untuk kegiatan adat banjar adat Biluk Poh.
”Pungutan tersebut tanpa ada surat resmi,” terang pria berkumis yang juga kepala unit II Satreskrim Polres Jembrana ini.
Iptu Pasek mengatakan, pihaknya saat ini masih belum menentukan ada tidaknya tindak pidana dalam perkara tersebut.
Penanganan selanjutnya menunggu hasil koordinasi dengan inspektorat Jembrana. Karena dasar dari perkara tersebut SK Bupati Jembrana Nomor: 8/ITKAB/2017 tentang pembentukan unit satuan tugas sapu bersih pungutan liar daerah kabupaten Jembrana.
“Kami masih menunggu hasil koordinasi dengan inspektorat. Kalau kasus penambangan sudah masuk pidana dan sudah disidik, “terangnya.