DENPASAR – PDIP Bali partai pengusung paket Wayan Koster – Cok Ace tetap memasang kadernya yang menjabat sebagai bupati/wakil bupati, walikota/wawali, dan anggota dewan masuk dalam struktur tim kampanye.
PDIP Bali mengatakan tidak sepakat dengan pemahaman Bawaslu Bali yang mengatakan pejabat negara tidak boleh masuk
struktur tim kampanye karena melanggar pasal 71 ayat (1) UU No 10/2016 tentang Pilkada dan pasal 189 UU No 1 Tahun 2015.
Namun, Ketua Bawaslu Bali Ketut Rudia tetap pada keputusan semula. Pihaknya mengeluarkan imbauan agar pejabat negara seperti gubernur/wabup, bupati/wabup, walikota/wawali tidak menjadi bagian dari tim kampanye karena khawatir mereka tidak bias menjaga netralitas.
Sebab, jika pejabat negara masuk dalam struktur tim kampanye ada potensi pelanggaran pasal 71 ayat (1) UU No 10/2016 tentang Pilkada.
Sanksi terhadap pasal 71 ayat (1) diatur di dalam pasal 188 dengan ancaman pidana 3 – 6 bulan.
“Tugas kami ada dua instrument, yaitu penindakan dan pencegahan. Kalau berpotensi pelanggaran, kami cegah melalui ruang sosialisasi atau surat,” ujar Rudia.
Karena itu, Bawaslu akan tetap mengeluarkan surat imbauan agar kepala daerah netral dalam pilkada.
Imbauan tersebut cukup beralasan karena pejabat negara yang menjadi bagian dari tim kampanye akan sulit membedakan mana tugas sebagai pejabat dengan tim kampanye.
Sebab jabatan tim kampanye dan kepala daerah akan sama-sama melekat. Karena itu, Bawaslu berusaha mengingatkan potensi abuse of power
atau tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan seorang pejabat untuk kepentingan tertentu, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
“Dinamika di lapangan kan tidak tahu. Meski mereka mengatakan tidak akan melakukan itu, tapi perlu diwarning,” pungkasnya.