29.2 C
Jakarta
25 November 2024, 20:06 PM WIB

Perppu 1/2017 Picu Kegaduhan Nasabah, Ini Alasannya…

RadarBali.com – Terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor.  1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan (AIK) untuk kepentingan perpajakan memicu kegaduhan dan pro kontra di kalangan nasabah bank. 

Meski satu sisi dinilai akan memberi dampak positif, yakni mewujudkan transparansi dana atau aset yang selama ini dimiliki dan sengaja “disembunyikan” oleh nasabah bank untuk menghindari pajak, akan tetapi tidak sedikit masyarakat yang cemas dengan rencana pertukaran informasi perbankan ini.

Selain rawan kebocoran dan penyalahgunaan oleh oknum pegawai pajak, dengan AIK berbasis online ini juga rawan  pembobolan data oleh para hacker. 

Konsultan Pajak yang juga Anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Kadek Sumadi. Sumadi yang didapuk sebagai narasumber seminar bertajuk “Corporate Law dan Kerahasiaan Bank” serangkaian Rakercab I DPC Peradi Denpasar di Inna Bali Hotel, Denpasar, membenarkan nasabah bank gaduh dengan terbitnya Perppu tentang AIK.

“Persoalan yuridisnya jelas. Akan tetapi Indonesia secara nasional tidak bisa menghindari pertukaran data ini, “ujar Sumadi. 

Untuk itu, lanjut Ketua Bidang Diklat DPC Peradi Denpasar ini, salah satu solusi dengan terbitnya Perppu ini, adalah meningkatkan kepatuhan.

“Perppu ini kan ada hubungannya dengan pengampunan pajak atau tax amnesty (TA) lalu. Pemerintah sudah memberikan kesempatan bagi wajib.  Tetapi tidak bisa dipungkiri memang antara kepatuhan dengan kondisi riil sangat jauh,” bebernya.

Sebagai catatan, pendapatan sektor pajak saat digulirkan Tax Amnesty belum sesuai harapan pemerintah.

Pasalnya, dari dana atau aset sebesar lebih dari Rp 4.300 triliun, sekitar Rp 1.000 triliun berada di luar negeri. “Karena itu diterbitkanlah Perppu ini, “jelasnya. 

Yang pasti, nasabah harus taat. Pasalnya, Perppu ini lahir untuk memenuhi komitmen internasional bagi negara-negara yang bersepakat mengikuti kerja sama perpajakan antar negara, yang salah satunya adalah Automatic Exchange of Information (AEoI).

Negara atau yurisdiksi yang melaksanakan komitmen itu mesti memiliki aturan perundang-undangan tentang akses otoritas perpajakan terhadap informasi keuangan dan standar pelaporan dan sistem transmisi pertukaran informasi.

“Memang kalau bicara Tax Amnesty yang tidak ikut takut, dan yang ikut mengerikan. Karena kalau saat Tax Amnesty kemarin pengisiannya tidak jujur maka aset bisa disita 90 persen, “ujar Sumadi 

Seminar dan Rakercab I DPC Peradi Denpasar sendiri dibuka oleh Ketua DPC Peradi Denpasar Nyoman Budi Adnyana dan dihadiri sekitar 1.225 anggota dan pengurus Peradi Denpasar.

Seminar dipandu oleh moderator Kadek Ratna Jayanti dan menghadirkan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Udayana Prof Dr Ida Bagus Yasa Putra.

RadarBali.com – Terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor.  1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan (AIK) untuk kepentingan perpajakan memicu kegaduhan dan pro kontra di kalangan nasabah bank. 

Meski satu sisi dinilai akan memberi dampak positif, yakni mewujudkan transparansi dana atau aset yang selama ini dimiliki dan sengaja “disembunyikan” oleh nasabah bank untuk menghindari pajak, akan tetapi tidak sedikit masyarakat yang cemas dengan rencana pertukaran informasi perbankan ini.

Selain rawan kebocoran dan penyalahgunaan oleh oknum pegawai pajak, dengan AIK berbasis online ini juga rawan  pembobolan data oleh para hacker. 

Konsultan Pajak yang juga Anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Kadek Sumadi. Sumadi yang didapuk sebagai narasumber seminar bertajuk “Corporate Law dan Kerahasiaan Bank” serangkaian Rakercab I DPC Peradi Denpasar di Inna Bali Hotel, Denpasar, membenarkan nasabah bank gaduh dengan terbitnya Perppu tentang AIK.

“Persoalan yuridisnya jelas. Akan tetapi Indonesia secara nasional tidak bisa menghindari pertukaran data ini, “ujar Sumadi. 

Untuk itu, lanjut Ketua Bidang Diklat DPC Peradi Denpasar ini, salah satu solusi dengan terbitnya Perppu ini, adalah meningkatkan kepatuhan.

“Perppu ini kan ada hubungannya dengan pengampunan pajak atau tax amnesty (TA) lalu. Pemerintah sudah memberikan kesempatan bagi wajib.  Tetapi tidak bisa dipungkiri memang antara kepatuhan dengan kondisi riil sangat jauh,” bebernya.

Sebagai catatan, pendapatan sektor pajak saat digulirkan Tax Amnesty belum sesuai harapan pemerintah.

Pasalnya, dari dana atau aset sebesar lebih dari Rp 4.300 triliun, sekitar Rp 1.000 triliun berada di luar negeri. “Karena itu diterbitkanlah Perppu ini, “jelasnya. 

Yang pasti, nasabah harus taat. Pasalnya, Perppu ini lahir untuk memenuhi komitmen internasional bagi negara-negara yang bersepakat mengikuti kerja sama perpajakan antar negara, yang salah satunya adalah Automatic Exchange of Information (AEoI).

Negara atau yurisdiksi yang melaksanakan komitmen itu mesti memiliki aturan perundang-undangan tentang akses otoritas perpajakan terhadap informasi keuangan dan standar pelaporan dan sistem transmisi pertukaran informasi.

“Memang kalau bicara Tax Amnesty yang tidak ikut takut, dan yang ikut mengerikan. Karena kalau saat Tax Amnesty kemarin pengisiannya tidak jujur maka aset bisa disita 90 persen, “ujar Sumadi 

Seminar dan Rakercab I DPC Peradi Denpasar sendiri dibuka oleh Ketua DPC Peradi Denpasar Nyoman Budi Adnyana dan dihadiri sekitar 1.225 anggota dan pengurus Peradi Denpasar.

Seminar dipandu oleh moderator Kadek Ratna Jayanti dan menghadirkan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Udayana Prof Dr Ida Bagus Yasa Putra.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/