DENPASAR – Sementara itu, Kepala OJK Regional 8, Bali-Nusa Tenggara, Hizbullah mengungkapkan tahun 2017 menjadi tahun yang sangat sulit bagi industri jasa keuangan di Bali.
Pemicunya lantaran terjadi bencana Gunung Agung yang berdampak pada pariwisata dan seluruh sektor lainnya.
Tahun 2017 bukanlah tahun yang mudah disertai dengan bencana alam erupsi Gunung Agung. Namun, berkat koordinasi kebijakan dan kerjasama yang baik antara pemerintah
dan otoritas perekonomian, imbas negatif dari tekanan perlambatan ekonomi global dan dampak bencana alam tersebut dapat dikendalikan.
Hizbullah mengungkapkan, sektor jasa keuangan yang terdiri dari industri perbankan – baik bank umum maupun BPR, industri keuangan non-bank dan pasar modal turut berkontribusi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Bali.
Sektor ini tumbuh signifikan dengan berbagai indikator kinerja yang terus membaik; antara lain volume usaha yang diukur
dari nilai total aset meningkat sebesar Rp17,82 triliun atau tumbuh 9,89 persen (yoy) menjadi Rp 197,98 triliun di bulan Desember 2017.
Selain itu, penyaluran kredit perbankan di wilayah Bali dan Nusra tahun 2017 tercatat sebesar Rp 145,7 triliun atau tumbuh sebesar 9,66 persen dan lebih tinggi dari pertumbuhan kredit perbankan nasional yang tercatat sebesar 8,35 persen.
“Rasio NPL perbankan di Bali tahun lalu sebesar 3,42 persen, meningkat dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 2,42 persen. Tetapi masih dibawah batas ambang 5 persen,” jelasnya.
Tahun 2018 ini, pihaknya optimis industri perbankan bisa tumbuh dan menghasilkan lebih baik lagi dari tahun sebelumnya. Dia berharap, di Karangasem kondisi perekonomian kembali pulih.
“Terlebih dengan adanya kebijakan restrukturisasi dari OJK. Jadi optimis bisa bertumbuh di Tahun ini,” pungkasnya.