33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 13:58 PM WIB

Apersi Klaim Program Sejuta Rumah Kurang Peminat, Ini Penyebabnya…

DENPASAR – Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Bali mengklaim program sejuta rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Bali kurang diminati pasar.

Ini lantaran pengembangan rumah bersubsidi tersebut hanya mampu dibangun di daerah-daerah yang sangat jauh dari perkotaan.

Ketua DPD Apersi Bali I Wayan Adnyana mengungkapkan, program sejuta rumah untuk kalangan MBR belum banyak dilirik konsumen.

“Pengembang banyak, hanya saja yang membeli sangat sedikit,” kata Wayan Adnyana. Menurutnya, pengembangan rumah bersubsidi hanya mampu dikembangkan di daerah yang jauh dari perkotaan; Badung dan Denpasar.

Sementara dua daerah ini merupakan daerah terbesar tujuan pendatang, entah itu masyarakat lokal Bali maupun luar Bali untuk mencari pekerjaan.

Dua daerah ini diakui tidak memungkinkan untuk dikembangkan rumah bersubsidi lantaran harga lahan yang cukup tinggi.  “Jadi, hanya empat kabupaten sejauh ini yang bisa dikembangkan rumah bersubsidi,” ujarnya.

Empat kabupaten itu antara lain Jembrana, Tabanan, Singaraja, dan Karangasem. Lain halnya di luar Bali seperti pulau Jawa.

Pengembangan rumah bersubsidi ini sangat diminati mengingat pengembangannya berada di kawasan industri dengan didukung harga lahan yang relatif murah.

Sementara untuk di Bali, hanya bisa menjangkau daerah yang jauh dari perkotaan. “Perhitungan konsumen ketika dia bekerja di Denpasar atau Badung dan harus membeli rumah di Tabanan,

misalnya, yang jaraknya bukan di Kota Tabanan mikir biaya ongkos. Belum lagi mikir cicilan. Apalagi yang ada di Jembarana ini peminatnya sedikit,” jelas Adnyana.

Disinggung mengenai jatah pengembangan rumah bersubsidi yang dilakukan oleh Apersi, Adnyana mengaku tidak hafal.

Namun, dia memastikan, bahwa penjualan rumah yang dikembangkan anggota Apersi kurang banyak dilirik.

Untuk itu, dia berharap pengembangan rumah murah di kota Denpasar dan Badung bisa dilakukan dengan hunian vertikal.

“Saat ini masih akan dibahas lagi, terutama dari aturan RT RW nya untuk menentukan zonasi dan lainnya,” pungkasnya. 

DENPASAR – Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Bali mengklaim program sejuta rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Bali kurang diminati pasar.

Ini lantaran pengembangan rumah bersubsidi tersebut hanya mampu dibangun di daerah-daerah yang sangat jauh dari perkotaan.

Ketua DPD Apersi Bali I Wayan Adnyana mengungkapkan, program sejuta rumah untuk kalangan MBR belum banyak dilirik konsumen.

“Pengembang banyak, hanya saja yang membeli sangat sedikit,” kata Wayan Adnyana. Menurutnya, pengembangan rumah bersubsidi hanya mampu dikembangkan di daerah yang jauh dari perkotaan; Badung dan Denpasar.

Sementara dua daerah ini merupakan daerah terbesar tujuan pendatang, entah itu masyarakat lokal Bali maupun luar Bali untuk mencari pekerjaan.

Dua daerah ini diakui tidak memungkinkan untuk dikembangkan rumah bersubsidi lantaran harga lahan yang cukup tinggi.  “Jadi, hanya empat kabupaten sejauh ini yang bisa dikembangkan rumah bersubsidi,” ujarnya.

Empat kabupaten itu antara lain Jembrana, Tabanan, Singaraja, dan Karangasem. Lain halnya di luar Bali seperti pulau Jawa.

Pengembangan rumah bersubsidi ini sangat diminati mengingat pengembangannya berada di kawasan industri dengan didukung harga lahan yang relatif murah.

Sementara untuk di Bali, hanya bisa menjangkau daerah yang jauh dari perkotaan. “Perhitungan konsumen ketika dia bekerja di Denpasar atau Badung dan harus membeli rumah di Tabanan,

misalnya, yang jaraknya bukan di Kota Tabanan mikir biaya ongkos. Belum lagi mikir cicilan. Apalagi yang ada di Jembarana ini peminatnya sedikit,” jelas Adnyana.

Disinggung mengenai jatah pengembangan rumah bersubsidi yang dilakukan oleh Apersi, Adnyana mengaku tidak hafal.

Namun, dia memastikan, bahwa penjualan rumah yang dikembangkan anggota Apersi kurang banyak dilirik.

Untuk itu, dia berharap pengembangan rumah murah di kota Denpasar dan Badung bisa dilakukan dengan hunian vertikal.

“Saat ini masih akan dibahas lagi, terutama dari aturan RT RW nya untuk menentukan zonasi dan lainnya,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/