32.7 C
Jakarta
22 November 2024, 16:15 PM WIB

Dituntut Terbukti Cabuli Tiga Pelajar SD, Kasek Ngotot Minta Bebas

NEGARA –Terdakwa IBPS, Terdakwa kasus pencabulan terhadap tiga orang murid sekolah dasar (SD) di Kecamatan Mendoyo, masih tetap dengan pembelaannya meski jaksa penuntut umum (JPU) membantah semua pembelaannya.

Kamis (1/3) kemarin, terdakwa masih tetap menyampaikan bahwa tuntutan terdakwa tidak terbukti, sehingga meminta dibebaskan dari segala tuntutan.

Hal tersebut disampaikan penasihat hukum terdakwa Ida Bagus Made Adnyana, sebelum sidang tertutup di Pengadilan Negeri (PN) Negara.

Menurut Adnyana, berdasar fakta persidangan terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana pencabulan, sehingga terdakwa harus dibebaskan.

“Unsur-unsur pidana yang disebutkan JPU tidak terbukti,” tegas pria yang berkantor di Klungkung ini.

Sebagaimana tertuang dalam pasal 82 ayat 1 dan 2 undang-undang tentang perlindungan anak, unsur-unsur harus pidana harus terpenuhi.

Hal tersebut sudah dikuatkan dengan dari keterangan saksi-saksi, baik korban, saksi ahli dan keterangan terdakwa. “Kalau tidak terbukti harus bebas dari tuntutan,” tegasnya.

Salah satu unsur yang disebutkan tidak terbukti adalah adanya kekerasan yang dilakukan terdakwa. JPU juga tidak menujukkan hasil visum jika ada tindak pidana pencabulan yang disertai kekerasan yang dilakukan oleh terdakwa.

Menurutnya, terdakwa memang mengakui mencium korban yang notabene masih siswinya sendiri. Namun untuk perbuatan memegang payudara korban tidak terbukti.

Selain itu, saat rekonstruksi yang dilakukan polisi, terdakwa tidak didampingi pengacara sehingga perkara yang dihadapi terdakwa dinilai lemah.

Dengan selesainya sidang kemarin, sidang selanjutnya putusan yang diagendakan pekan depan. 

Sebelumnya, pada sidang tuntutan Kamis pekan depan lalu, terdakwa yang juga kepala SD Negeri tempat tiga korban sekolah ini dituntut cukup berat dengan pidana penjara 10 tahun, denda Rp 80 juta dengan subsider 6 bulan.

Jaksa menuntut berat terdakwa karena berdasarkan fakta persidangan dinyatakan terbukti bersalah melanggar pasal 82, Undang-undang (UU) nomor 17 tahun 2016

tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU nomor 1 tahun 2016 tentang UU RI Nomor 35 tahun 2014 perubahan kedua atas

UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara.

Tuntutan terdakwa tersebut juga tambahan sepertiga dari ancaman pokok karena terdakwa sebagai seorang tenaga pendidik, yakni kepala sekolah.

Di samping itu, korban masih kecil, usianya masih SD yang belum memiliki hasrat. Hal memberatkan lain pada terdakwa karena berbelit-belit di persidangan. Terdakwa tidak terus terang dan tidak mengakui meraba-raba payudara korban.

NEGARA –Terdakwa IBPS, Terdakwa kasus pencabulan terhadap tiga orang murid sekolah dasar (SD) di Kecamatan Mendoyo, masih tetap dengan pembelaannya meski jaksa penuntut umum (JPU) membantah semua pembelaannya.

Kamis (1/3) kemarin, terdakwa masih tetap menyampaikan bahwa tuntutan terdakwa tidak terbukti, sehingga meminta dibebaskan dari segala tuntutan.

Hal tersebut disampaikan penasihat hukum terdakwa Ida Bagus Made Adnyana, sebelum sidang tertutup di Pengadilan Negeri (PN) Negara.

Menurut Adnyana, berdasar fakta persidangan terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana pencabulan, sehingga terdakwa harus dibebaskan.

“Unsur-unsur pidana yang disebutkan JPU tidak terbukti,” tegas pria yang berkantor di Klungkung ini.

Sebagaimana tertuang dalam pasal 82 ayat 1 dan 2 undang-undang tentang perlindungan anak, unsur-unsur harus pidana harus terpenuhi.

Hal tersebut sudah dikuatkan dengan dari keterangan saksi-saksi, baik korban, saksi ahli dan keterangan terdakwa. “Kalau tidak terbukti harus bebas dari tuntutan,” tegasnya.

Salah satu unsur yang disebutkan tidak terbukti adalah adanya kekerasan yang dilakukan terdakwa. JPU juga tidak menujukkan hasil visum jika ada tindak pidana pencabulan yang disertai kekerasan yang dilakukan oleh terdakwa.

Menurutnya, terdakwa memang mengakui mencium korban yang notabene masih siswinya sendiri. Namun untuk perbuatan memegang payudara korban tidak terbukti.

Selain itu, saat rekonstruksi yang dilakukan polisi, terdakwa tidak didampingi pengacara sehingga perkara yang dihadapi terdakwa dinilai lemah.

Dengan selesainya sidang kemarin, sidang selanjutnya putusan yang diagendakan pekan depan. 

Sebelumnya, pada sidang tuntutan Kamis pekan depan lalu, terdakwa yang juga kepala SD Negeri tempat tiga korban sekolah ini dituntut cukup berat dengan pidana penjara 10 tahun, denda Rp 80 juta dengan subsider 6 bulan.

Jaksa menuntut berat terdakwa karena berdasarkan fakta persidangan dinyatakan terbukti bersalah melanggar pasal 82, Undang-undang (UU) nomor 17 tahun 2016

tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU nomor 1 tahun 2016 tentang UU RI Nomor 35 tahun 2014 perubahan kedua atas

UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara.

Tuntutan terdakwa tersebut juga tambahan sepertiga dari ancaman pokok karena terdakwa sebagai seorang tenaga pendidik, yakni kepala sekolah.

Di samping itu, korban masih kecil, usianya masih SD yang belum memiliki hasrat. Hal memberatkan lain pada terdakwa karena berbelit-belit di persidangan. Terdakwa tidak terus terang dan tidak mengakui meraba-raba payudara korban.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/