25.1 C
Jakarta
20 November 2024, 4:50 AM WIB

Tak Dapat Jatah Bulanan, Petani Pasang Seng di Objek Wisata Ceking

RadarBali.com – Para petani di objek wisata Ceking di Desa Tegalalang tidak mau terus menerus dieksplorasi.

Sebagian dari petani Ceking mengeluh karena tidak mendapat jatah dari pemasukan objek wisata itu. Mereka pun nekat memasang tujuh lembar seng di bagian timur objek wisata.

Tujuannya untuk memperburuk kecantikan wisata Ceking jika yang dilihat dari barat. Salah satu petani, Gusti Ngurah Candra, 70, warga Banjar Kebon, Desa Kedisan, Kecamatan Tegallalang menyatakan, pemasangan seng itu sudah dilakukan sejak dua pekan terakhir.

Ngurah Candra mengaku, petani yang menggarap lahan di Ceking, hanya dirinya yang tak kecipratan jatah retribusi.

“Semua yang punya lahan di sana dapat, seperti Pak Madri, Pak Orti, dan lainnya masing-masing dapat Rp 4,5 juta per bulan. Saya saja tidak. Entah apa masalahnya,” keluh Ngurah Candra, kemarin (3/8).

Gusti Ngurah Candra mengaku untuk memasang seng-seng tersebut, dia dibantu oleh penyakap sawah. “Saya minta beli seng kepada penyakap, langsung saya suruh pasang di sana,” terangnya.

Dijelaskan Ngurah Candra, selama memasang seng dua minggu terakhir, tidak ada respon dari pihak pengelola yakni Desa Pakraman Tegalalang.

“Bendesa tidak ada bicara apa-apa. Sepertinya tidak mempan pakai seng,” keluhnya. Selaku pemilik lahan, dia pun tidak bisa berbuat banyak.

Padahal, areal sawahnya di kemiringan itu banyak dinikmati wisatawan dan jadi objek eksplorasi pariwisata. “Saya harap sama-sama dapat, supaya adil,” pintanya.

Sementara itu, penasehat objek wisata Ceking, Dewa Gede Rai Sutrisna yang juga Perbekel Tegalalang menyatakan, ada beberapa petani yang belum mendapat jatah dari pemasukan objek wisata Ceking.

“Kalau tidak salah, ada lima sampai tujuh petani yang belum diajak berkomunikasi,” ujar Dewa Sutrisna, kemarin.

Sejak ditata dan dikelola 2012 lalu, per pemilik lahan mendapat kontribusi Rp 500 ribu per bulan. Jumlah tersebut sudah sesuai dengan kesepakatan bersama dengan menggunakan sistem kontrak.

Beberapa tahun kemudian, seiring perkembangan pariwisata nilai kontraknya ditingkatkan menjadi Rp 2 juta per bulan. Sebulan terakhir, nilai kontrak kembali diperbaharui menjadi Rp 4,5 juta per bulan.

Terkait adanya upaya protes dengan cara memasang seng ini, pihaknya akan melakukan tindak lanjut.

“Warga ini perlu kami tindaklanjuti. Karena sejak awal tidak ada komunikasi. Selain itu, dilihat dari posisi lahannya, agak jauh ke timur,” ungkapnya.

Namun demikian, demi menciptakan suasana kondusif pihaknya berjanji akan melakukan rembug dengan pihak Desa Pakraman Tegallalang selaku pengelola.

“Menurut kami, saat ini belum ada rencana pengembangan view (pemandangan). Ke depan, kemungkinan itu tetap ada. Masih ada waktu untuk berdiskusi,” tukasnya. 

RadarBali.com – Para petani di objek wisata Ceking di Desa Tegalalang tidak mau terus menerus dieksplorasi.

Sebagian dari petani Ceking mengeluh karena tidak mendapat jatah dari pemasukan objek wisata itu. Mereka pun nekat memasang tujuh lembar seng di bagian timur objek wisata.

Tujuannya untuk memperburuk kecantikan wisata Ceking jika yang dilihat dari barat. Salah satu petani, Gusti Ngurah Candra, 70, warga Banjar Kebon, Desa Kedisan, Kecamatan Tegallalang menyatakan, pemasangan seng itu sudah dilakukan sejak dua pekan terakhir.

Ngurah Candra mengaku, petani yang menggarap lahan di Ceking, hanya dirinya yang tak kecipratan jatah retribusi.

“Semua yang punya lahan di sana dapat, seperti Pak Madri, Pak Orti, dan lainnya masing-masing dapat Rp 4,5 juta per bulan. Saya saja tidak. Entah apa masalahnya,” keluh Ngurah Candra, kemarin (3/8).

Gusti Ngurah Candra mengaku untuk memasang seng-seng tersebut, dia dibantu oleh penyakap sawah. “Saya minta beli seng kepada penyakap, langsung saya suruh pasang di sana,” terangnya.

Dijelaskan Ngurah Candra, selama memasang seng dua minggu terakhir, tidak ada respon dari pihak pengelola yakni Desa Pakraman Tegalalang.

“Bendesa tidak ada bicara apa-apa. Sepertinya tidak mempan pakai seng,” keluhnya. Selaku pemilik lahan, dia pun tidak bisa berbuat banyak.

Padahal, areal sawahnya di kemiringan itu banyak dinikmati wisatawan dan jadi objek eksplorasi pariwisata. “Saya harap sama-sama dapat, supaya adil,” pintanya.

Sementara itu, penasehat objek wisata Ceking, Dewa Gede Rai Sutrisna yang juga Perbekel Tegalalang menyatakan, ada beberapa petani yang belum mendapat jatah dari pemasukan objek wisata Ceking.

“Kalau tidak salah, ada lima sampai tujuh petani yang belum diajak berkomunikasi,” ujar Dewa Sutrisna, kemarin.

Sejak ditata dan dikelola 2012 lalu, per pemilik lahan mendapat kontribusi Rp 500 ribu per bulan. Jumlah tersebut sudah sesuai dengan kesepakatan bersama dengan menggunakan sistem kontrak.

Beberapa tahun kemudian, seiring perkembangan pariwisata nilai kontraknya ditingkatkan menjadi Rp 2 juta per bulan. Sebulan terakhir, nilai kontrak kembali diperbaharui menjadi Rp 4,5 juta per bulan.

Terkait adanya upaya protes dengan cara memasang seng ini, pihaknya akan melakukan tindak lanjut.

“Warga ini perlu kami tindaklanjuti. Karena sejak awal tidak ada komunikasi. Selain itu, dilihat dari posisi lahannya, agak jauh ke timur,” ungkapnya.

Namun demikian, demi menciptakan suasana kondusif pihaknya berjanji akan melakukan rembug dengan pihak Desa Pakraman Tegallalang selaku pengelola.

“Menurut kami, saat ini belum ada rencana pengembangan view (pemandangan). Ke depan, kemungkinan itu tetap ada. Masih ada waktu untuk berdiskusi,” tukasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/