DENPASAR – Peredaran uang palsu (upal) masih terus menghantui masyarakat. Setiap tahun, selalu ada peredaran upal yang ditemukan Bank Indonesia (BI).
Tak terkecuali Bali. Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Causa Iman Karana mengungkapkan, peredaran upal di Bali cenderung menurun sejak tahu 2016.
Peredaran upal tahun 2016 silam, jumlah upal yang ditemukan mencapai 5.594 lembar. Namun, di tahun 2017 lalu, temuan upal di Bali hanya mencapai 4.730 lembar.
Sementara tahun 2018 hingga saat ini baru ditemukan 761 lembar upal. “Temuan upal di Bali semakin mengecil,” ujar Causa Iman Karana kemarin.
Pak Cik mewanti-wanti penyebutan upal tidak berbicara nominal. Karena sudah jelas, perbuatan memalsukan uang tersebut merupakan perbuatan kriminal karena tidak sah sebagai alat pembayaran.
“Jadi penyebutannya bukan nilai uang pada umumnya, tapi jumlah. Karena upal ini kan kertas biasa yang tidak ada nilainya. Namanya juga palsu,” paparnya.
Temuan BI, terhadap peredaran uang palsu terbanyak ada di Denpasar dan Badung. Banyaknya jumlah temuan upal di dua daerah ini mengingat perputaran uang di dua wilayah tersebut cukup tinggi dibandingkan daerah lainnya.
Penyebaran lebih spesifik banyak ditemukan di tingkat pedagang kecil yang memang tidak paham tentang keaslian uang. “Kami terus melakukan sosialisasi mengedukasi masyarakat mengenali keaslian uang palsu,” jelas pak Cik.
Dari jumlah upal yang ditemukan rata-rata nominalnya menyerupai uang dengan nominal Rp 100 ribuan. “Kalau kecil-kecil, tanggung,” kelakarnya.
Pihaknya mengimbau masyarakat selalu teliti ketika menerima uang. Salah satu yang paling sederhana dilakukan dengan pola 3D itu (dilihat, diraba, diterawang) untuk mendeteksi keaslian uang.