NEGARA – Polres Jembrana secara tegas menindak secara pidana tersangka pembuang bayi di Pantai Pebuahan, Desa Banyubiru, Jumat lalu (9/3) lalu.
Yakni, tersangka laki-laki, IGPAS, 18, dan tersangka perempuan NKRH, 17. Namun, hanya tersangka IGPAS yang diproses secara hukum. Sedangkan NKRH tidak dilanjutkan ke proses penyidikan.
Kapolres Jembrana AKBP Priyanto Priyo Hutomo menegaskan, kasus pembuangan bayi tersebut untuk tersangka IGPAS dijerat dengan
pasal 77 A UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Tindakan hukum terhadap tersangka IGPAS ini berbeda dengan NKRH. Peran IGPAS selain usianya sudah diatas 18 tahun,
dari hasil penyelidikan yang memiliki inisiatif hingga proses aborsi dengan obat yang dibeli secara online. Tersangka ini juga membuang bayinya ke pantai.
Sedangkan untuk NGPAS karena masih di bawah umur, proses hukumnya berbeda dengan orang dewasa.
Pelajar yang kemarin genap berusia 18 tahun ini masih dianggap anak di bawah umur. Jadi, proses pemidanaan NGPAS melalui proses diversi.
Artinya, pengalihan penyelesaian perkara anak tersebut dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
”Tersangka yang di bawah umur ini akan diserahkan kembali ke orangtuanya untuk dilakukan pembinaan,” terangnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, warga Banjar Pebuahan, Banyubiru, Negara Jumat (9/3) siang lalu geger penemuan orok terdampar di pantai oleh nelayan.
Penemuan orok itu dilaporkan kepada perangkat desa dan polisi. Orok yang diperkirakan dibuang sekitar tiga hari tersebut kemudian dibawa ke RSU Negara.
Dari hasil pemeriksaan panjang rambut orok itu 1 cm, tinggi 30 sentimeter sampai lutut dan kaki bagian bawah lututnya hilang, kepala hancur, daun telinga hilang dengan berat 700 gram.
Beberapa bagian tubuhnya sudah hilang. Kita menduga bayi itu sudah meninggal atau dibuang sejak dari dua hari sebelum ditemukan.