RadarBali.com – Putu Yasa Nadi dari Sanggar Seni Majalangu, Kerobokan, Badung, berusaha untuk tetap mempertahankan seni klasik Bali.
Halnya dengan Seni Arja klasik yang belakangan kian ditinggalkan. “Memang banyak generasi muda yang menaruh minat pada Seni Arja, hanya saja untuk cerita-cerita legenda, zaman ini kurang diminati,” kata pria 50 tahun ini.
Karena kurangnya minat anak muda, berbagai cara pun dilakukan. Salah satunya yakni dengan melakukan inovasi cerita yang akan dibawakan pada seni Arja yang ditampilkan.
“Sebagai sanggar seni klasik kami berupaya untuk menggali cerita legenda lain, untuk memantik antusias anak muda sekarang ini,” ujarnya.
Upaya ini dilakukan Sanggar Seni Majalangu, saat tampil di Kalangan Ratna Kanda, Taman Budaya, Kamis (3/8) malam.
Menampilkan seni Arja sebagai budaya klasik, sanggar asal Kerobokan ini mengangkat cerita legenda Arja Cupak.
Cerita bertajuk “Cupak Prabu Gobag Wesi” mengisahkan tentang Ngurah Cupak yang mengikuti sebuah sayembara Memperebutkanan Putri Raden Galuh.
Syaratnya harus membunuh Garuda Mas, jelmaan Nini Karang Wakyu yang berniat menghabisi semua penghuni kerajaan Gobag Wesi.
Akhirnya, Ngurah Cupak dan para abdinya pun berjuang untuk memperebutkan gelar pemenang hingga akhirnya berhasil.
Seusai pentas, Arja Klasik ini pun mendapat sambutan hangat dari penonton. Dijelaskan Putu Yasa pada pementasan seni klasik seperti yang mereka bawakan malam itu adalah meramu kesenian yang dibawakan untuk membuat penonton terpikat.
“Ada beberapa cara agar penonton tidak jenuh, misalnya kami selipkan bebanyolan, ada punakawan yang membawakan bebanyolan modern hingga akhirnya membuat para penonton tertawa,” akunya.