25.1 C
Jakarta
20 November 2024, 3:16 AM WIB

Begini Kronologis Keracunan Masal Versi Kelian saat Pawai Ogoh-ogoh

GIANYAR – Tercatat sebanyak 100 warga Banjar Mudita, Desa/Kecamatan Sukawati mengalami keracunan masal saat pelaksanaan Nyepi pada Sabtu lalu (17/3).

Warga diduga keracunan makanan usai menyantap nasi bungkus pada malam Pangerupukan (16/3) pukul 22.00.

Menurut Kelian Banjar Mudita, Anak Agung Oka Indra, yang ikut tergolek lemas di Sal Yudistira RS Sanjiwani , banyak warganya mengeluh sakit perut pada Sabtu (17/3), dimulai pukul 03.00.

“Yang makan nasi itu tanpa ampun, hampir semua kena,” ujar Agung Oka Indra yang baru masuk kemarin dengan tangan diinfus.

Saat Nyepi, di pagi hari, laporan sakit perut makin banyak. “Saya waktu itu masih sehat, ikut sibuk mengurus warga dan mengontak ambulance,” jelas Agung Oka.

Selama Nyepi, sampai ada 6 ambulance yang menangani warga bolak-balik RS-Balai Banjar. “Saking banyaknya, ada warga yang inisiatif bawa kendaraan pribadi ke rumah sakit,” jelasnya.

Awalnya, warga menuju RS Ari Canti dan RS Ganesha Celuk. Akhirnya mereka disatukan di RS Sanjiwani Gianyar karena tergolong KLB.

Hingga akhirnya petugas Puskesmas Sukawati siaga di Balai Banjar sejak Nyepi untuk memantau warga.

“Untuk seluruh biaya pengobatan ditanggung pemerintah, karena ini masuk KLB. Warga diminta data diri saja,” jelasnya.

Oka Indra mengakui saat menyantap nasi bungkus, nasi terasa lembek seperti setengah bubur. “Waktu itu saya abaikan. Saya kira itu kuah mie,” ujarnya.

Dia dan anaknya yang duduk di bangku SD juga sama-sama dirawat di RS, namun beda Sal.

Pasien lainnya, Anak Agung Mayun Loji bersama putranya, Anak Agung Gede Agung Dimarana dirawat dalam satu kamar di Sal Astina.

Ibunda Dimarana, Anak Agung Istri Diah mengaku suaminya Agung Mayun Loji awalnya sempat dirawat di RS Ari Canti di Desa Mas Ubud pada Saat Nyepi.

“Kami datang jam enam (06.00) disuntik lalu diperbolehkan pulang. Beberapa menit lagi menggigil kedinginan, akhirnya dibawa ke Sanjiwani,” keluh Diah yang tidak ikut makan nasi bungkus itu.

Sementara itu, Ketua Pemuda Banjar Mudita, Ida Bagus Putu Wisnu Mas Budiana, 20, menyatakan sesuai hasil rembug pemuda, disepakati membeli nasi bungkus untuk konsumsi usai mengarak ogoh-ogoh.

Makanan seharga Rp 5000 per bungkus dengan lauk telor, ayam sitsit dan mie itu dibeli dari pedagang Gusti Ayu Sukamini.

“Penjualnya sudah sering jualan di SMP. Tahun lalu juga kami memesan disana, tahun lalu tidak apa-apa, tumben sekarang begini,” ujar Mas Budiana, yang tidak mengalami masalah perut walaupun menyantap 4 nasi sekaligus.

Nasi itu dipesan pada hari Kamis (15/3) lalu disiapkan pada Jumat (16/3) sebanyak 200 bungkus.

“Di banjar kami ada 6 ogoh-ogoh. Habis mengarak, kami ambil nasinya jam sembilan (21.00 di malam Pangerupukan, red).

Habis itu dimakan sama-sama jam sepuluh (22.00),” terangnya. Mahasiswa STPBI itu mengaku tidak mencium gelagat aneh saat menyantap nasi.

“Tapi pagi harinya (saat Nyepi, red), perut saya terasa mulas. Langsung saya ke banjar (menuju posko darurat, red) untuk minta obat. Sekarang tidak apa-apa,” ungkapnya.

Mengenai insiden ini, dia sendiri tidak menyangka. “Untuk tahun depan kami rapat dulu, apa masih beli disana atau cari yang lain,” tukasnya.

GIANYAR – Tercatat sebanyak 100 warga Banjar Mudita, Desa/Kecamatan Sukawati mengalami keracunan masal saat pelaksanaan Nyepi pada Sabtu lalu (17/3).

Warga diduga keracunan makanan usai menyantap nasi bungkus pada malam Pangerupukan (16/3) pukul 22.00.

Menurut Kelian Banjar Mudita, Anak Agung Oka Indra, yang ikut tergolek lemas di Sal Yudistira RS Sanjiwani , banyak warganya mengeluh sakit perut pada Sabtu (17/3), dimulai pukul 03.00.

“Yang makan nasi itu tanpa ampun, hampir semua kena,” ujar Agung Oka Indra yang baru masuk kemarin dengan tangan diinfus.

Saat Nyepi, di pagi hari, laporan sakit perut makin banyak. “Saya waktu itu masih sehat, ikut sibuk mengurus warga dan mengontak ambulance,” jelas Agung Oka.

Selama Nyepi, sampai ada 6 ambulance yang menangani warga bolak-balik RS-Balai Banjar. “Saking banyaknya, ada warga yang inisiatif bawa kendaraan pribadi ke rumah sakit,” jelasnya.

Awalnya, warga menuju RS Ari Canti dan RS Ganesha Celuk. Akhirnya mereka disatukan di RS Sanjiwani Gianyar karena tergolong KLB.

Hingga akhirnya petugas Puskesmas Sukawati siaga di Balai Banjar sejak Nyepi untuk memantau warga.

“Untuk seluruh biaya pengobatan ditanggung pemerintah, karena ini masuk KLB. Warga diminta data diri saja,” jelasnya.

Oka Indra mengakui saat menyantap nasi bungkus, nasi terasa lembek seperti setengah bubur. “Waktu itu saya abaikan. Saya kira itu kuah mie,” ujarnya.

Dia dan anaknya yang duduk di bangku SD juga sama-sama dirawat di RS, namun beda Sal.

Pasien lainnya, Anak Agung Mayun Loji bersama putranya, Anak Agung Gede Agung Dimarana dirawat dalam satu kamar di Sal Astina.

Ibunda Dimarana, Anak Agung Istri Diah mengaku suaminya Agung Mayun Loji awalnya sempat dirawat di RS Ari Canti di Desa Mas Ubud pada Saat Nyepi.

“Kami datang jam enam (06.00) disuntik lalu diperbolehkan pulang. Beberapa menit lagi menggigil kedinginan, akhirnya dibawa ke Sanjiwani,” keluh Diah yang tidak ikut makan nasi bungkus itu.

Sementara itu, Ketua Pemuda Banjar Mudita, Ida Bagus Putu Wisnu Mas Budiana, 20, menyatakan sesuai hasil rembug pemuda, disepakati membeli nasi bungkus untuk konsumsi usai mengarak ogoh-ogoh.

Makanan seharga Rp 5000 per bungkus dengan lauk telor, ayam sitsit dan mie itu dibeli dari pedagang Gusti Ayu Sukamini.

“Penjualnya sudah sering jualan di SMP. Tahun lalu juga kami memesan disana, tahun lalu tidak apa-apa, tumben sekarang begini,” ujar Mas Budiana, yang tidak mengalami masalah perut walaupun menyantap 4 nasi sekaligus.

Nasi itu dipesan pada hari Kamis (15/3) lalu disiapkan pada Jumat (16/3) sebanyak 200 bungkus.

“Di banjar kami ada 6 ogoh-ogoh. Habis mengarak, kami ambil nasinya jam sembilan (21.00 di malam Pangerupukan, red).

Habis itu dimakan sama-sama jam sepuluh (22.00),” terangnya. Mahasiswa STPBI itu mengaku tidak mencium gelagat aneh saat menyantap nasi.

“Tapi pagi harinya (saat Nyepi, red), perut saya terasa mulas. Langsung saya ke banjar (menuju posko darurat, red) untuk minta obat. Sekarang tidak apa-apa,” ungkapnya.

Mengenai insiden ini, dia sendiri tidak menyangka. “Untuk tahun depan kami rapat dulu, apa masih beli disana atau cari yang lain,” tukasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/