33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 12:06 PM WIB

Ketenangan Nyepi Terusik, Rencana Banyu Pinaruh Batal

Hari raya Nyepi caka 1940 tahun ini tidak bisa dilupakan oleh warga Banjar Mudita, Desa/Kecamatan Sukawati.

Rencana warga untuk melaksanakan Catur Brata Penyepian terganggu dengan bencana keracunan masal, diduga akibat nasi bungkus. Sebagian warga banjar terpaksa Nyepi di rumah sakit.

 

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

PARA petugas kesehatan dari Pemkab Gianyar berkumpul di Balai Banjar Mudita, Sukawati, sejak Sabtu (17/3) pukul 05.00.

Setelah menerima laporan banyaknya warga keracunan, petugas Puskesmas Sukawati langsung membuat posko darurat.

Sebuah meja warna cokelat menjadi tempat menerima para warga yang mengeluh sakit perut dan muntah.

“Kami disini sejak Nyepi, mulai pukul 05.00 kami stand by di sini,” ujar Kepala Puskesmas Sukawati, dr. Made Udayana.

Setiap pasien yang datang ke balai banjar menuju posko darurat langsung dicek kesehatan. Mereka dicek tensi, juga dicek tubuhnya.

Pasien juga ditanyai seberapa parah sakit yang diderita. Apabila tidak mampu menahan sakit, atau obat yang diberikan oleh posko kesehatan tidak mempan, mereka langsung dirujuk ke rumah sakit.

Ada 6 ambulance yang siaga, terdiri dari ambulance Puskesmas, PMI dan BPBD Gianyar. Bagi warga yang mengeluh sakit namun tidak ke posko di balai banjar, dijemput oleh petugas gabungan yang ikut siaga di balai banjar.

Digambarkan salah satu petugas kebencanaan kepada Jawa Pos Radar Bali, suasana di balai banjar saat Nyepi pun mirip suasana rumah sakit.

“Suasananya tidak tenang, warga bolak-balik,” ujar petugas yang berjaga kemarin. Saat mengantarkan warga ke rumah sakit, ambulance sempat menyalakan sirine diawal.

Namun karena banyaknya warga yang diantar, suara sirine akhirnya dimatikan. Sementara itu, di rumah sakit, Kelian Banjar Mudita, Anak Agung Oka Indra, mengaku saat mengantarkan warga ke rumah sakit, diantar juga oleh pecalang banjar.

“Kami sertai juga surat tugas pecalang, karena melewati desa pakraman berbeda,” jelasnya.

Beruntung, desa pakraman yang dilintasi kendaraan ambulance dan kendaraan pribadi pengangkut pasien bisa diterima oleh desa lainnya. Sehingga lintasan pasien dari Sukawati menuju kota Gianyar lancar.

Keluarga pasien yang dirujuk ke RS Sanjiwani Gianyar, Anak Agung Istri Diah, mengaku dibuat repot mengurus suami Anak Agung Mayun Loji dan putranya Anak Agung Dimarana yang kena diare disertai muntah (muntaber).

Suami dan anaknya dirawat sekamar di Sal Astina. “Nyepi tahun ini tidak bisa kami lupakan, ini tumben seumur-umur begini. Kalau Nyepi lagi pasti ingat betul kejadian ini,” keluh Istri Dia.

Kejadian itu membuatnya tidak tenang saat Nyepi. “Kami Nyepi di rumah sakit,” ujarnya.  Bahkan, keluarganya dua kali masuk rumah sakit.

Pertama masuk di RS Ari Canti. Karena tidak mempan, kembali masuk RS Sanjiwani. Diah termasuk salah satu warga yang tidak ikut menyantap nasi bungkus tersebut.

“Saya untuk nggak makan, jadi tidak kena, karena memang sudah makan di rumah,” ujarnya. Diah tidak menyangka apakah benar sumber malapetaka yang membuat pelaksnaan Catur Brata Penyepiannya terusik karena nasi bungkus.

“Tahun lalu padahal beli di dagang yang sama juga.Tapi tahun ini tumben begini,” ujarnya bertanya-tanya.

Selain mengganggu Nyepi keluarganya, rencana untuk melukat, berupa mandi membersihkan diri pada Ngembak Geni sehari setelah Nyepi batal.

“Seharusnya kami banyu pinaruh hari ini. Pagi biasanya ke pantai, siang atau sore ke Tirta Empul. Karena musibah ini, ya mau bagaimana lagi,” sesalnya. Tragedi ini akan menjadi pelajaran bagi keluarganya.

Sementara itu, kakak dari salah satu pasien, Anak Agung Putra Setiawan, mengakui saat Nyepi, warga banjar sibuk.

Mereka mengurus keluarganya yang sakit. Warga harus dilarikan ke balai banjar kemudian dirujuk ke rumah sakit. “Biasanya Nyepi itu tenang. Ini malah sibuk,” terangnya.

Bagi Putra Setiawan yang menunggui adiknya, Agung Lanang Loji mengaku momen Nyepi biasa dia gunakan untuk instropeksi diri.

“Ya, Nyepi kan melaksanakan Catur Brata Penyepian itu, empat larangan. Kalau saya momen ini saya pakai istirahat di rumah,” ungkapnya.

Namun petaka tidak bisa dihindari, keluarganya harus Nyepi di rumah sakit. “Mau bagaimana lagi, apa boleh buat kami harap semuanya bisa sehat,” pintanya.

Hari raya Nyepi caka 1940 tahun ini tidak bisa dilupakan oleh warga Banjar Mudita, Desa/Kecamatan Sukawati.

Rencana warga untuk melaksanakan Catur Brata Penyepian terganggu dengan bencana keracunan masal, diduga akibat nasi bungkus. Sebagian warga banjar terpaksa Nyepi di rumah sakit.

 

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

PARA petugas kesehatan dari Pemkab Gianyar berkumpul di Balai Banjar Mudita, Sukawati, sejak Sabtu (17/3) pukul 05.00.

Setelah menerima laporan banyaknya warga keracunan, petugas Puskesmas Sukawati langsung membuat posko darurat.

Sebuah meja warna cokelat menjadi tempat menerima para warga yang mengeluh sakit perut dan muntah.

“Kami disini sejak Nyepi, mulai pukul 05.00 kami stand by di sini,” ujar Kepala Puskesmas Sukawati, dr. Made Udayana.

Setiap pasien yang datang ke balai banjar menuju posko darurat langsung dicek kesehatan. Mereka dicek tensi, juga dicek tubuhnya.

Pasien juga ditanyai seberapa parah sakit yang diderita. Apabila tidak mampu menahan sakit, atau obat yang diberikan oleh posko kesehatan tidak mempan, mereka langsung dirujuk ke rumah sakit.

Ada 6 ambulance yang siaga, terdiri dari ambulance Puskesmas, PMI dan BPBD Gianyar. Bagi warga yang mengeluh sakit namun tidak ke posko di balai banjar, dijemput oleh petugas gabungan yang ikut siaga di balai banjar.

Digambarkan salah satu petugas kebencanaan kepada Jawa Pos Radar Bali, suasana di balai banjar saat Nyepi pun mirip suasana rumah sakit.

“Suasananya tidak tenang, warga bolak-balik,” ujar petugas yang berjaga kemarin. Saat mengantarkan warga ke rumah sakit, ambulance sempat menyalakan sirine diawal.

Namun karena banyaknya warga yang diantar, suara sirine akhirnya dimatikan. Sementara itu, di rumah sakit, Kelian Banjar Mudita, Anak Agung Oka Indra, mengaku saat mengantarkan warga ke rumah sakit, diantar juga oleh pecalang banjar.

“Kami sertai juga surat tugas pecalang, karena melewati desa pakraman berbeda,” jelasnya.

Beruntung, desa pakraman yang dilintasi kendaraan ambulance dan kendaraan pribadi pengangkut pasien bisa diterima oleh desa lainnya. Sehingga lintasan pasien dari Sukawati menuju kota Gianyar lancar.

Keluarga pasien yang dirujuk ke RS Sanjiwani Gianyar, Anak Agung Istri Diah, mengaku dibuat repot mengurus suami Anak Agung Mayun Loji dan putranya Anak Agung Dimarana yang kena diare disertai muntah (muntaber).

Suami dan anaknya dirawat sekamar di Sal Astina. “Nyepi tahun ini tidak bisa kami lupakan, ini tumben seumur-umur begini. Kalau Nyepi lagi pasti ingat betul kejadian ini,” keluh Istri Dia.

Kejadian itu membuatnya tidak tenang saat Nyepi. “Kami Nyepi di rumah sakit,” ujarnya.  Bahkan, keluarganya dua kali masuk rumah sakit.

Pertama masuk di RS Ari Canti. Karena tidak mempan, kembali masuk RS Sanjiwani. Diah termasuk salah satu warga yang tidak ikut menyantap nasi bungkus tersebut.

“Saya untuk nggak makan, jadi tidak kena, karena memang sudah makan di rumah,” ujarnya. Diah tidak menyangka apakah benar sumber malapetaka yang membuat pelaksnaan Catur Brata Penyepiannya terusik karena nasi bungkus.

“Tahun lalu padahal beli di dagang yang sama juga.Tapi tahun ini tumben begini,” ujarnya bertanya-tanya.

Selain mengganggu Nyepi keluarganya, rencana untuk melukat, berupa mandi membersihkan diri pada Ngembak Geni sehari setelah Nyepi batal.

“Seharusnya kami banyu pinaruh hari ini. Pagi biasanya ke pantai, siang atau sore ke Tirta Empul. Karena musibah ini, ya mau bagaimana lagi,” sesalnya. Tragedi ini akan menjadi pelajaran bagi keluarganya.

Sementara itu, kakak dari salah satu pasien, Anak Agung Putra Setiawan, mengakui saat Nyepi, warga banjar sibuk.

Mereka mengurus keluarganya yang sakit. Warga harus dilarikan ke balai banjar kemudian dirujuk ke rumah sakit. “Biasanya Nyepi itu tenang. Ini malah sibuk,” terangnya.

Bagi Putra Setiawan yang menunggui adiknya, Agung Lanang Loji mengaku momen Nyepi biasa dia gunakan untuk instropeksi diri.

“Ya, Nyepi kan melaksanakan Catur Brata Penyepian itu, empat larangan. Kalau saya momen ini saya pakai istirahat di rumah,” ungkapnya.

Namun petaka tidak bisa dihindari, keluarganya harus Nyepi di rumah sakit. “Mau bagaimana lagi, apa boleh buat kami harap semuanya bisa sehat,” pintanya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/