SEMARAPURA – Ancaman abrasi terus menghantui pesisir panti Kabupaten Klungkung. Dari total garis pantai sepanjang 113,4 kilometer yang dimiliki Kabupaten Klungkung, ada sekitar 25 kilometer garis pantai yang termasuk rawan abrasi.
Namun, Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida hanya menganggarkan Rp 400 juta untuk penanganan abrasi di tahun ini.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Kawasan Permukiman Klungkung, Gusti Nyoman Supartana, mengungkapkan, 25 kilometer
garis pantai yang rawan abrasi itu terbagi di wilayah Nusa Penida dengan panjang 17 kilometer lebih dan Klungkung daratan sepanjang 7 meter lebih.
Untuk penanganan abrasi di Nusa Penida baru dilakukan sepanjang 11 kilometer, sementara di Klungkung daratan baru dilakukan penanganan sepanjang dua kilometer saja.
“Untuk di Kabupaten Klungkung yang sudah mendapat penanganan abrasi itu di Pantai Watu Klotok, Tegal Besar dan lainnya,” bebernya.
Berkaitan dengan kondisi itu, pihaknya mengaku sudah mengajukan permohonan penangan abrasi ke BWS Bali-Penida untuk tiga lokasi dengan anggaran masing-masing Rp 1 miliar di tahun ini.
Namun, yang disetujui hanya sebesar Rp 400 juta untuk penanganan abrasi di wilayah Semaya, Nusa Penida. “Yang belum itu di Pantai Gunaksa. Itu justru besar laju abrasinya,” kata Supartana.
Lebih lanjut dikatakannya pihaknya terus berupaya agar penanganan abrasi di Kabupaten Klungkung bisa dilakukan segera.
Namun, semua keputusan berada di BWS Bali-Penida sebagai pemilik wewenang berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014.
Menurut Jro Mangku Dharma salah seorang warga asal Desa Kusamba yang berjualan di Pantai Karang Dadi mengungkapkan abrasi terus terjadi di pantai itu.
Adapun yang paling parah terjadi saat lahar hujan Gunung Agung terjadi. Adapun aliran Sungai Unda yang bermuara di pantai itu mengalirkan
material lahar hujan yang terdiri dari bebatuan, pasir dan lumpur sehingga memperparah kondisi pantai itu. “Waktu itu dah abrasinya keras sekali,” tandasnya.