DENPASAR – Erupsi Gunung Agung mengakibatkan sejumlah peternak ayam petelur di Karangasem terpaksa melakukan apkir ternaknya.
Dampaknya, produksi telur di Bali sempat bergejolak. Namun, saat ini, kondisinya mulai membaik. Sejumlah peternak di Karangsem mulai berproduksi.
Ketua Pinsar Layer Bali I Nengah Sarjana mengatakan, harga telur ayam di tingkat peternak saat ini berkisar antara Rp 1000 sampai Rp 1.100 per butir.
Harga tersebut merupakan harga yang memang diinginkan karena harganya dalam kondisi stabil. “Jadi, harga inilah yang ingin kami inginkan. Jadi di pasaran harganya tidak terlalu tinggi. Di pasar sekitar Rp 1.300 per butir,” tuturnya.
Sarjana mengungkapkan, stabilnya harga telur di tingkat peternak dan pedagang karena didukung harga pakan yang stabil. Selain itu, pascaerupsi, sejumlah peternak di Karangasem saat ini mulai berproduksi.
Populasi ayam petelur di Bali mencapai 4 juta. Dan, dari jumlah tersebut per hari menghasilkan 3,2 juta butir telur atau sekitar 80 persen dari jumlah populasi.
“Tapi, itu rata-rata. Kalau data terakhir saya belum update,” jelasnya. Dari jumlah produksi telur tersebut, membuat telur ayam di Bali surplus.
Surplus tersebut mengingat antara jumlah konsumsi dengan jumlah produksi lebih banyak jumlah produksi.
Terlebih ada telur dari Jawa yang juga masuk ke Bali. “Jadi telur di Bali sebagian dijual di wilayah NTB dan NTT,” pungkasnya.