25.4 C
Jakarta
25 November 2024, 8:17 AM WIB

Tragis! Rela Menantang Maut Demi Rp 50 ribu Sehari

RadarBali.com – Meski sudah sering menelan korban jiwa, aktivitas penggalian tambang galian C secara manual di Jembrana masih marak dilakukan, seperti di sejumlah lokasi tambang galain C di Banjar Sumbersari, Desa /Kecamatan Melaya.

Para pekerja melakukan penggalian untuk tanah urug secara manual dibawah tebing-tebing tinggi bekas galian.

Melihat lebih dekat aktivitas tambang galian C, pekerjaan tambang galian C ini sangat berisiko. Nyawa menjadi taruhan karena harus menggali tanah dibawah tebing yang sangat rawan longsor.

Selain itu, pekerja menggali tanah di dalam goa-goa kecil bekas galian menggunakan linggis dan cangkul.

“Cuma ini pekerjaan yang bisa kami lakukan, pekerjaan lain sullit. Pendidikan tidak ada,” kata Putu Putra, pekerja galian C asal Desa Manistutu, Melaya.

Pekerjaan dengan penuh risiko itu terpaksa dilakukan meski rupiah yang dihasilkan tidak banyak. Tanah yang meraka gali milik orang lain, sehingga hasil dari penjualan harus dibagi bersama pemilik tanah.

Dari harga tanah Rp 170 ribu satu mobil engkel, untuk pemilik tanah Rp 40 ribu, sisanya dibagi untuk empat orang pekerja yang menggali tanah.

Dalam sehari, Putra bersama tiga orang temannya hanya mendapatkan dua mobil engkel. Jadi, rata-rata setiap harinya setiap orang pekerja hanya mendapatkan Rp 50 ribu untuk dibawa pulang.

Meski rupiah yang dikumpulkan sedikit dengan risiko sangat besar, pekerjaan itu bagi Putra adalah pekerjaan satu-satunya yang bisa dilakukan.

“Takut ada, tapi kita hati-hati dan waspada saja,”ujarnya. Selain penggalian secara manual, di lokasi lain juga ada penggalian yang menggunakan alat berat.

Penggunaan alat berat risikonya lebih kecil dan tanah yang bisa diangkut lebih banyak untuk proyek pengurugan pembangunan di sejumlah tempat di Jembrana.

”Biasanya perjam bisa 4-5 rit,” Komang Nastra,46, salah satu pemilik tanah urug. Pemilik tanah memilih menjual tanahnya untuk tanah urug karena dinilai sudah tidak produktif, sehingga tanahnya yang berbukit itu di gali untuk dijual.

Tanah urug dijual dengan harga Rp 12.500 per kubik.  “Tanahnya disini tanah kapur, sehingga kurang produktif,” ujarnya.

Mengenai izin, sejumlah lokasi memang sudah ada izin galian C dari Pemerintah Provinsi Bali, tetapi ada juga lokasi galian C yang belum mmeiliki izin.

“Disini sangat banyak galian C, tetapi yang berizin hanya sedikit,” pungkasnya. 

RadarBali.com – Meski sudah sering menelan korban jiwa, aktivitas penggalian tambang galian C secara manual di Jembrana masih marak dilakukan, seperti di sejumlah lokasi tambang galain C di Banjar Sumbersari, Desa /Kecamatan Melaya.

Para pekerja melakukan penggalian untuk tanah urug secara manual dibawah tebing-tebing tinggi bekas galian.

Melihat lebih dekat aktivitas tambang galian C, pekerjaan tambang galian C ini sangat berisiko. Nyawa menjadi taruhan karena harus menggali tanah dibawah tebing yang sangat rawan longsor.

Selain itu, pekerja menggali tanah di dalam goa-goa kecil bekas galian menggunakan linggis dan cangkul.

“Cuma ini pekerjaan yang bisa kami lakukan, pekerjaan lain sullit. Pendidikan tidak ada,” kata Putu Putra, pekerja galian C asal Desa Manistutu, Melaya.

Pekerjaan dengan penuh risiko itu terpaksa dilakukan meski rupiah yang dihasilkan tidak banyak. Tanah yang meraka gali milik orang lain, sehingga hasil dari penjualan harus dibagi bersama pemilik tanah.

Dari harga tanah Rp 170 ribu satu mobil engkel, untuk pemilik tanah Rp 40 ribu, sisanya dibagi untuk empat orang pekerja yang menggali tanah.

Dalam sehari, Putra bersama tiga orang temannya hanya mendapatkan dua mobil engkel. Jadi, rata-rata setiap harinya setiap orang pekerja hanya mendapatkan Rp 50 ribu untuk dibawa pulang.

Meski rupiah yang dikumpulkan sedikit dengan risiko sangat besar, pekerjaan itu bagi Putra adalah pekerjaan satu-satunya yang bisa dilakukan.

“Takut ada, tapi kita hati-hati dan waspada saja,”ujarnya. Selain penggalian secara manual, di lokasi lain juga ada penggalian yang menggunakan alat berat.

Penggunaan alat berat risikonya lebih kecil dan tanah yang bisa diangkut lebih banyak untuk proyek pengurugan pembangunan di sejumlah tempat di Jembrana.

”Biasanya perjam bisa 4-5 rit,” Komang Nastra,46, salah satu pemilik tanah urug. Pemilik tanah memilih menjual tanahnya untuk tanah urug karena dinilai sudah tidak produktif, sehingga tanahnya yang berbukit itu di gali untuk dijual.

Tanah urug dijual dengan harga Rp 12.500 per kubik.  “Tanahnya disini tanah kapur, sehingga kurang produktif,” ujarnya.

Mengenai izin, sejumlah lokasi memang sudah ada izin galian C dari Pemerintah Provinsi Bali, tetapi ada juga lokasi galian C yang belum mmeiliki izin.

“Disini sangat banyak galian C, tetapi yang berizin hanya sedikit,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/