32.6 C
Jakarta
25 November 2024, 11:07 AM WIB

Jarang Digunakan, Mulai Luntur, Diselamatkan dengan Bikin Kamus Loloan

Kelurahan Loloan Barat dan Loloan Timur memiliki budaya khas yang bertahan hingga saat ini. Namun, budaya itu mulai luntur. Salah satu budaya yang mulai luntur itu adalah Bahasa Loloan yang kental dengan nuansa Melayu.

 

 

 

MUHAMMAD BASIR, Loloan

BAHASA adalah identitas sebuah bangsa. Dan, identitas masyarakat Loloan Barat dan Loloan Timur adalah Bahasa Loloan yang kental dengan nuansa Melayu.

Sekilas bahasa yang dipakai masyarakat setempat seperti bahasa di film anak-anak, Upin dan Ipin.

Yup, bahasa seperti di film Upin dan Ipin itulah bahasa yang dipakai masyarakat setempat sampai saat ini.

Sayangnya, seperti bahasa ibu daerah lainnya, Bahasa Melayu Loloan mulai tergerus dengan Bahasa Indonesia.

Banyak kosakata yang luntur dan hilang karena jarang digunakan, terutama oleh generasi muda Loloan.

Hal itulah yang melatarbelakangi Eka Sabara membuat kamus bahasa Loloan. Pemerhati budaya ini menyusun kamus selama setahun sejak 2016 lalu.

Hasilnya kemudian dicetak untuk diletakkan di beberapa tempat strategis. Sementara masih ada dua kamus yang dicetak jumbo diletakkan di makam buyut Lebai, Loloan Timur dan satu lagi di pinggir Jalan Katu Lampu Loloan Barat.

“Dalam bentuk softcopy juga ada,” ujar pria asal Loloan Barat ini kemarin. Sabara, panggilan akrabnya, mengaku prihatin dengan bahasa Loloan yang sudah jarang digunakan oleh generasi muda.

Sudah banyak kosakata bahasa yang biasa disebut bahasa orang kampung yang hilang. “Banyak anak muda yang sudah tidak bisa bahasa Loloan yang asli,” ungkapnya.

Pemain teater ini menjelaskan, bahwa bahasa Loloan merupakan akulturasi dari tiga bahasa berbeda, yakni Melayu, Bugis Makasar dan Bali.

Misalnya, kata Dangel untuk menyebut cantik pada anak bangsawan. Kata tersebut merupakan bahasa Bali zaman dulu yang diserap oleh orang Loloan.

Selain bahasa, budaya Loloan juga memiliki ciri khas pada rumah panggung. Sayangnya, banyak rumah panggung yang sudah hilang.

Saat ini hanya tersisa sekitar 90 an rumah, itu pun hanya sedikit yang sudah berusia ratusan tahun. Sebagian besar rumah panggung ini dijual pemiliknya atau pewarisnya pada kolektor rumah antik.

Menurutnya, rumah panggung Loloan ini aset pemerintah kabupaten Jembrana yang bisa dikembangkan menjadi destinasi wisata budaya.

“Asetnya sudah ada, sekarang tinggal pelestarian dan pengembangannya,” pungkasnya.

Kelurahan Loloan Barat dan Loloan Timur memiliki budaya khas yang bertahan hingga saat ini. Namun, budaya itu mulai luntur. Salah satu budaya yang mulai luntur itu adalah Bahasa Loloan yang kental dengan nuansa Melayu.

 

 

 

MUHAMMAD BASIR, Loloan

BAHASA adalah identitas sebuah bangsa. Dan, identitas masyarakat Loloan Barat dan Loloan Timur adalah Bahasa Loloan yang kental dengan nuansa Melayu.

Sekilas bahasa yang dipakai masyarakat setempat seperti bahasa di film anak-anak, Upin dan Ipin.

Yup, bahasa seperti di film Upin dan Ipin itulah bahasa yang dipakai masyarakat setempat sampai saat ini.

Sayangnya, seperti bahasa ibu daerah lainnya, Bahasa Melayu Loloan mulai tergerus dengan Bahasa Indonesia.

Banyak kosakata yang luntur dan hilang karena jarang digunakan, terutama oleh generasi muda Loloan.

Hal itulah yang melatarbelakangi Eka Sabara membuat kamus bahasa Loloan. Pemerhati budaya ini menyusun kamus selama setahun sejak 2016 lalu.

Hasilnya kemudian dicetak untuk diletakkan di beberapa tempat strategis. Sementara masih ada dua kamus yang dicetak jumbo diletakkan di makam buyut Lebai, Loloan Timur dan satu lagi di pinggir Jalan Katu Lampu Loloan Barat.

“Dalam bentuk softcopy juga ada,” ujar pria asal Loloan Barat ini kemarin. Sabara, panggilan akrabnya, mengaku prihatin dengan bahasa Loloan yang sudah jarang digunakan oleh generasi muda.

Sudah banyak kosakata bahasa yang biasa disebut bahasa orang kampung yang hilang. “Banyak anak muda yang sudah tidak bisa bahasa Loloan yang asli,” ungkapnya.

Pemain teater ini menjelaskan, bahwa bahasa Loloan merupakan akulturasi dari tiga bahasa berbeda, yakni Melayu, Bugis Makasar dan Bali.

Misalnya, kata Dangel untuk menyebut cantik pada anak bangsawan. Kata tersebut merupakan bahasa Bali zaman dulu yang diserap oleh orang Loloan.

Selain bahasa, budaya Loloan juga memiliki ciri khas pada rumah panggung. Sayangnya, banyak rumah panggung yang sudah hilang.

Saat ini hanya tersisa sekitar 90 an rumah, itu pun hanya sedikit yang sudah berusia ratusan tahun. Sebagian besar rumah panggung ini dijual pemiliknya atau pewarisnya pada kolektor rumah antik.

Menurutnya, rumah panggung Loloan ini aset pemerintah kabupaten Jembrana yang bisa dikembangkan menjadi destinasi wisata budaya.

“Asetnya sudah ada, sekarang tinggal pelestarian dan pengembangannya,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/