33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 12:35 PM WIB

RUPTL Disahkan, PLTU Celukan Bawang Dituding Greenpeace Proyek Siluman

DENPASAR – Hingga kini persidangan gugatan masyarakat dan Greenpeace Indonesia terhadap Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor: 660.3/3985/IV-A/DISPMPT  

tentang Izin Lingkungan Hidup Pembangunan PLTU Celukan Bawang 2×330 MW di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar masih terus berjalan.

Setelah diresmikannya dokumen RUPTL 2018-2027 oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan pada bulan Maret lalu, rencana pembangunan PLTU Celukan Bawang lagi-lagi tidak tertera dalam dokumen tersebut.

Pada dokumen yang sama tahun sebelumnya juga tidak mencantumkan keberadaan PLTU Celukan Bawang 2 x 330 MW.

Posisi masyarakat sebagai penggugat tengah diperiksa Majelis Hakim A.K Setiyono SH MH. Dalam dokumen RUPTL 2018-2027, tercatat beban puncak di Bali pada November 2017 sebesar 825 MW.

Dengan kondisi total suplai listrik sudah sebesar 30 persen di atas beban puncak, yaitu sebesar 1.248 MW.

Hindun dari Greenpeace Indonesia mengatakan, bahwa hal ini bukan proyek murah. Total investasi diperkirakan mencapai Rp 1,5 Triliun.

Pembangunan PLTU Celukan Bawang  yang saat ini telah beroperasi  426 MW menggunakan dana pinjaman dari

China Bank Development dan China Huadian Engineering Co, Ltd sebagai pengembangnya, bersama dengan dua perusahaan lain.  

 “Kalau nanti dibangun dan tidak terserap, maka siapa yang akan menanggung kerugian ekonominya? Apakah akan dipaksakan

melalui PLN sehingga menggerogoti APBN kita? Atau masyarakat sebagai konsumen listrik yang kena imbasnya?” tanyanya

Menurutnya, sebuah proyek PLTU tidak bisa hanya berdasar atas kemauan gubernur, investor dan perusahaan saja.

Di pasal 8 ayat (1) PP No. 23 Tahun 2014 dinyatakan bahwa penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dilaksanakan sesuai dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

Dia menduga ada kepentingan terselubung yang harus diselidiki apabila proyek ini nanti akan terus dilanjutkan.

Karena akan ada rupiah yang dibakar percuma untuk setiap megawatt yang tidak terserap oleh konsumen.

“Ada kepentingan terselubung yang harus diselidiki apabila proyek ini nanti dilanjutkan. Karena akan ada rupiah yang dibakar percuma untuk setiap megawatt yang tidak terserap oleh konsumen,” tutup Hindun 

Di lain sisi, kuasa hukum penggugat dari YLBHI Bali  Dewa Putu Adnyana mengatakan, pembangunan PLTU Celukan Bawang 2×330 MW

berbahan bakar batubara menunjukkan inkonsistensi Pemprov Bali terhadap roadmap Bali yang mencanangkan Bali Green Province di tanah air. 

Karena, menurutnya, salah satu komponen dasar dalam Bali Green Province yaitu clean and green.

”Dengan mewujudkan lingkungan hidup daerah Bali yang bersih dan hijau terlepas dari pencemaran dan kerusakan lingkungan,” pungkasnya.

DENPASAR – Hingga kini persidangan gugatan masyarakat dan Greenpeace Indonesia terhadap Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor: 660.3/3985/IV-A/DISPMPT  

tentang Izin Lingkungan Hidup Pembangunan PLTU Celukan Bawang 2×330 MW di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar masih terus berjalan.

Setelah diresmikannya dokumen RUPTL 2018-2027 oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan pada bulan Maret lalu, rencana pembangunan PLTU Celukan Bawang lagi-lagi tidak tertera dalam dokumen tersebut.

Pada dokumen yang sama tahun sebelumnya juga tidak mencantumkan keberadaan PLTU Celukan Bawang 2 x 330 MW.

Posisi masyarakat sebagai penggugat tengah diperiksa Majelis Hakim A.K Setiyono SH MH. Dalam dokumen RUPTL 2018-2027, tercatat beban puncak di Bali pada November 2017 sebesar 825 MW.

Dengan kondisi total suplai listrik sudah sebesar 30 persen di atas beban puncak, yaitu sebesar 1.248 MW.

Hindun dari Greenpeace Indonesia mengatakan, bahwa hal ini bukan proyek murah. Total investasi diperkirakan mencapai Rp 1,5 Triliun.

Pembangunan PLTU Celukan Bawang  yang saat ini telah beroperasi  426 MW menggunakan dana pinjaman dari

China Bank Development dan China Huadian Engineering Co, Ltd sebagai pengembangnya, bersama dengan dua perusahaan lain.  

 “Kalau nanti dibangun dan tidak terserap, maka siapa yang akan menanggung kerugian ekonominya? Apakah akan dipaksakan

melalui PLN sehingga menggerogoti APBN kita? Atau masyarakat sebagai konsumen listrik yang kena imbasnya?” tanyanya

Menurutnya, sebuah proyek PLTU tidak bisa hanya berdasar atas kemauan gubernur, investor dan perusahaan saja.

Di pasal 8 ayat (1) PP No. 23 Tahun 2014 dinyatakan bahwa penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dilaksanakan sesuai dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

Dia menduga ada kepentingan terselubung yang harus diselidiki apabila proyek ini nanti akan terus dilanjutkan.

Karena akan ada rupiah yang dibakar percuma untuk setiap megawatt yang tidak terserap oleh konsumen.

“Ada kepentingan terselubung yang harus diselidiki apabila proyek ini nanti dilanjutkan. Karena akan ada rupiah yang dibakar percuma untuk setiap megawatt yang tidak terserap oleh konsumen,” tutup Hindun 

Di lain sisi, kuasa hukum penggugat dari YLBHI Bali  Dewa Putu Adnyana mengatakan, pembangunan PLTU Celukan Bawang 2×330 MW

berbahan bakar batubara menunjukkan inkonsistensi Pemprov Bali terhadap roadmap Bali yang mencanangkan Bali Green Province di tanah air. 

Karena, menurutnya, salah satu komponen dasar dalam Bali Green Province yaitu clean and green.

”Dengan mewujudkan lingkungan hidup daerah Bali yang bersih dan hijau terlepas dari pencemaran dan kerusakan lingkungan,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/